17. Catatan Harian Masa Lalu

1.4K 247 13
                                    

"Aku tidak bisa mengingat apapun. Maafkan aku, Suho, maaf."

.

Kara membuka mata, tubuhnya melompat cepat saat dia mampu menarik diri dan kembali terjaga. Alarm ponselnya berdering. Dia ketiduran, sekarang sudah pukul delapan malam. Kara mengusap peluh yang membahasi wajahnya, napasnya masih memburu cepat. Kara duduk di pinggiran ranjang tidurnya. Kakinya yang gemetar menjuntai, menjilati lantai kamar yang dingin. Dia meraih iPhone di atas nakas samping ranjang, lalu mematikan alarm. Kemudian dia terpaku, matanya berkedut, memandangi wallpaper ponsel yang seketika membuat hatinya ngilu. Kara menggenggam iPhone itu kuat-kuat di depan dada. Ponsel itu satu-satunya pemberian Suho yang tidak bisa dia tinggalkan.

Kara memaksakan diri untuk berpikir lebih keras, dia berupaya sekuat tenaga untuk mengingat sedikit saja kisah masa lalunya bersama Suho. Nihil. Anehnya, meskipun tidak ada yang mendatangi ingatannya, entah kenapa lagi-lagi Kara merasakan kesedihan yang tidak mampu dia pahami, menjalar di tiap aliran darah. Matanya panas, butiran bening menggenang di ujung pelupuk tanpa pernah dia menyadarinya, semakin tak bisa dibendung, lalu mengalir pelan di kedua pipinya yang pucat pasi. Kara benar-benar menyesal sudah melupakan Suho dan semua kenangan tentang mereka, dia ingin sekali memaafkan dirinya, seperti apa yang Suho katakan kepadanya. Terlalu sulit, rasa bersalah itu terlalu mendominasi hati. Kara menyesal sampai tak sanggup untuk memaafkan dirinya sendiri.

"Kara, kau kenapa?"

Kara tidak tahu kapan Minryung masuk ke dalam kamarnya, wanita itu duduk di tepian ranjang lalu mengusap bahunya. Kara menggenggam tangan Minryung kuat-kuat, jantungnya memompa cepat. Terbata, Kara berkata:

"Bibi Moon, a-apa, benar—aku—aku, amnesia?"

"A-apa?" Mata kelabu Minryung membesar, dia sangat terkejut dan tidak sempat untuk menyembunyikannya dari Kara.

"Apa benar—sebenarnya, setelah kecelakaan itu—aku amnesia permanen?"

"Da—bukan... tidak, Kara...,"

"Apa benar—kalian semua merencanakan—maksudku, membuat aku seperti tidak pernah amnesia ... hanya—seperti—bingung, karena koma terlalu lama?"

"Kara, aku—siapa yang mengatakannya padamu?"

"Jadi benar, aku amnesia?"

Minryung masih bungkam.

"Keluarga Hemelsky yang mengatakannya padaku, apa itu benar?"

Minryung lemas, dia kehilangan kata-katanya. Tetesan bening mulai kembali berjatuhan di pipi Kara, dia berharap Minryung bisa menjelaskan semuanya. Pada akhirnya Minryung mengangguk pelan, sambil membingkai kedua bahu Kara yang kian bergetar.

"Yah, dokter menyatakan kau amnesia permanen karena kecelakaan itu, Kara."

"Jadi benar ... aku amnesia."

Minryung mengangguk.

"Jadi, semua yang dulu Bibi ceritakan padaku, itu...."

"Ya, itu—aku bukan pengurus panti yang baru, sejak awal kita sudah saling kenal. Semua yang dulu aku ceritakan padamu—aku terpaksa—aku minta pada semua anak panti berlagak menjadi penghuni baru dan kau belum mengenal mereka dengan baik. Sementara anak-anak yang masih terlalu kecil dan belum bisa diajak kerjasama, aku pindahkan ke panti lain di Daegu."

"Bibi Moon, kau...,"

"Tenanglah, pemilik pantinya sama dan aku sudah mendapat izin. Lagipula pada dasarnya, sebelum kecelakaan itu kau memang tidak dekat dengan siapapun, kau menjauhi semua penghuni panti." Jawab Minryung cepat-cepat, dia takut Kara berpikir buruk tentang dirinya. "Maafkan aku Kara, semua yang dulu aku lakukan demi kebaikanmu, demi kesehatanmu."

Secret of The SwainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang