KARA tersenyum macam orang idiot, dia terlalu bahagia. Kara menemukan panji alumunium kecil di lemari dapur, lengkap dengan sebungkus ramen yang hampir kadaluarsa. Usut punya usut, si pemilik ramen adalah salah satu pelayan wanita yang mengundurkan diri tiga bulan lalu. Pelayan malang yang merasa tidak sanggup untuk terus bekerja, setelah Jongin menceburkannya ke dalam kolam renang yang penuh dengan hewan hijau, berlendir, berkaki empat dan jalannya melompat.
Kara menambahkan banyak daun bawang, daging, telur, dan tomat kecil utuh ke dalam panci ramennnya. Setelah dirasa matang, sambil mencium aroma mie dan bumbu yang sudah menjadi satu, Kara memindahkan ramen ke dalam mangkuk.
"Cemilan sudah siap," katanya pada diri sendiri, sembari meletakkannya di atas meja.
Kara duduk di bangku putih berkaki tinggi, TV yang menempel pada tembok di sisi kanan dia nyalakan. Kara siap menyantap ramen penuh suka cita. Dia menarik mie dalam lilitan sumpit stainless, mendekatkannya ke depan hidung, menghirup sekali lagi aroma mie dan bumbu sebelum menikmatinya. Kara meniupnya sebentar, saat mie hampir saja masuk ke mulut, teriakkan Jongin di ujung ruangan mengejutkannya, mie pun merosot kembali ke dalam panci.
"Noona!!!"
Kara mendengus kesal, dua laki-laki mengenakan seragam sekolah berdiri di depannya. Penampilan mereka berantakan, dasi melilit longgar, kemeja putih yang dilapis sweater hijau muda sudah digulung sebatas siku, jas hitam dengan bordiran Singa Putih dalam perisai baja, pakai benang emas, di dada sebelah kanan, tersampir di salah satu bahu bidang mereka.
"Kalian sudah pulang?" tanya Kara sambil lalu.
Mereka berdua tidak menjawab, tapi melemparkan tas mereka ke lantai, lalu menarik bangku putih secara bersamaan. Mereka memperhatikan Kara dan panci ramen bergantian, sementara Kara menyeruput mie dalam panci, suaranya gemuruh, sesekali dia meniup mie lagi lalu menyeruputnya lagi.
"Noona! Kau jorok sekali?" Jongin berseru, Kara membuka mulutnya dan mie yang sudah setengah berada di mulut, kembali jatuh ke dalam panci. Jongin dan Sehun bergidik ngeri, rasanya mereka ingin memuntahkan seluruh isi perut mereka.
"Jorok apanya?" Kara mengernyit, melihat Jongin dan Sehun dalam sekali sapuan.
"Bagaimana bisa kau makan dari panci?" kata Sehun.
"Dan tadi—memuntahkan mie yang hampir kau makan ke panci itu?" bahu Jongin bergidik lagi, dia memundurkan bangkunya, mengusap lengannya berkali-kali.
"Orang Korea kalau makan ramen ya begini." Jawab Kara acuh, dia terkekeh menyebalkan saat Jongin dan Sehun menggeleng bersamaan.
"Apa Suho tahu tentang cara makanmu ini? Kau benar-benar tidak berkelas." Sehun ikut memundurkan bangkunya, Kara hanya tersenyum, lalu melanjutkan makannya yang tertunda.
"Berhenti!" Jongin dan Sehun berseru bersamaan, Kara terkesiap dan mie kembali merosot dari sumpit yang dia pegang.
"Berhenti berteriak, kalian membuatku pusing." Kara mulai kesal.
"Berhenti makan dengan cara jorok seperti ini, Ji Kara!" Kara hampir terjungkal, jari telunjuk Sehun menekan keningnya sangat kuat.
Kara mengumpat, memicing, dia meletakkan sumpit di atas meja dengan sedikit bantingan. "YAK! Aku lebih tua darimu, Sehun, mana sopan santunmu?"
"Kau bukan kakakku."
"Apa kau bilang?"
"Selama kau belum mengubah namamu menjadi Kim Kara, kau bukan kakakku." Rahang Sehun mengeras. "Jangan melewati batas hanya karena kakakku memberikan kuasanya padamu. Sampai hari itu tiba, kau bukan siapa-siapa, mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of The Swain
Fiksi PenggemarJi Kara, gadis 25 tahun yang baru saja dipecat dari pekerjaannya, tiba-tiba mendapat tawaran pekerjaan dari pria konglomerat untuk menjaga keempat adiknya. Gajinya menggiurkan, tapi syaratnya sangatlah tidak masuk akal. Kara harus tinggal di rumah p...