19. OPPA

1.3K 227 25
                                        

Sejak awal Suho tidak pernah berniat memaksa Kara kembali mengingatnya, atau pun memaksa gadis itu untuk bertahan bersamanya dengan dalih cinta tanpa peri. Bahkan bila Kara menyukai orang lain dan tidak bisa kembali jatuh cinta padanya, Suho tidak peduli. Dia hanya ingin Kara tersenyum seperti sedia kala, dia hanya ingin gadis kecil yang dia sayangi selama bertahun-tahun—bahkan sampai dunia berhenti berputar, bisa bahagia dengan pilihannya. Itu saja.

Suho mendesah gelisah, lalu menyandarkan punggungnya pada sofa beranda depan kamar tidurnya. Dulu, ketika masih bersama Kara, dia sering menggendong gadis itu di punggungnya. Mengingat Kara Suho selalu tersenyum, gadis cerewet yang selalu punya cara untuk membuat Suho yang tidak pernah tertawa lagi sejak kematian ibunya, kembali tertawa keras bahkan sampai terbahak-bahak.

Mata cokelat Suho yang kemerahan tertutup perlahan, dia membiarkan benang ingatan menyeretnya untuk kembali ke masa awal dia mengenal Kara. Gadis kecil yang selalu menangis, tiap kali merindukan sosok ibunya yang tidak pernah kembali. Perlahan semilir angin di penghujung musim dingin enam belas tahun silam menyapa Suho, kemudian dia bisa melihat dirinya sendiri dalam balutan coat cokelat terang, tengah menggendong Kara yang baru berumur sembilan tahun di punggungnya.

Seharian itu Kara terus saja menangis karena merindukan ibunya. Suho membawa Kara ke taman belakang rumah, luas, tak terhingga. Sisa salju yang menyerupai gumpalan kapas, berserakan menutupi tanah dan kursi taman. Mereka duduk di bangku kayu, setelah Suho membersihkan permukaannya dari salju dengan punggung tangan.

"Kenapa ibuku belum datang juga? Oppa, benar-benar tidak tahu ibuku ada di mana?" Kara memandangi Suho penuh harap. Suho menggeleng pelan, dia mengusap wajah beku Kara dengan jari-jarinya yang tertutup sarung tangan.

"Suatu hari nanti ibumu pasti datang, jadi kau tenang saja." Suho tersenyum, dia mencubit pipi merah Kara sampai gadis kecil itu terkekeh.

"Oppa, tidak akan pergi sebelum ibuku datang 'kan?"

"Tentu saja, aku akan selalu bersamamu sampai ibumu kembali. Kenapa kau selalu lupa pakai syal, Kara?" Suho membuka lilitan syal di lehernya lalu memaikannya pada Kara, tapi Kara justru melepaskan syal dan kembali menyerahkannya pada Suho.

"Nanti, Oppa, sakit."

Suho menggeleng, lalu kembali memasangkan syal ke leher Kara. "Kau masih kecil, pasti gampang sakit. Jadi pakai syalnya."

"Baekhyun bilang, kami sudah besar dan bukan lagi anak-anak."

"Jangan dengarkan dia."

"Kapan Baekhyun pulang? Kenapa liburan musim dingin ini, dia tidak datang?"

"Ayah tidak bisa pulang, jadi Baekhyun menemani beliau di sana. Liburan musim panas nanti Baekhyun pulang."

Dari beranda rumah, Seojung memanggil mereka, wanita cantik nan baik hati itu baru saja selesai masak sup kentang dan menyeduh cokelat panas untuk mereka nikmati sore itu. Suho kembali menggendong Kara, di tengah perjalanan, Kara membagi syal yang dipakainya, melilitkan sebagian ke leher Suho.

"Aku takut, Oppa, sakit, jadi syalnya kita bagi dua."

"Terima kasih."

Kara mengeratkan pelukannya di bahu Suho, dia senang sekali tiap kali Suho membawanya jalan-jalan. Entah apa yang akan terjadi pada Kara, andai dua tahun lalu dia tidak bertemu Suho. Berjam-jam Suho menemani Kara mencari ibunya, meski pada akhirnya Kara hanya bisa kembali menangis. Ibunya tidak pernah kembali.

"Oppa,"

"Hemm?"

"Sepertinya ibuku sudah lupa padaku,"

Secret of The SwainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang