Chapter 10

201 34 11
                                    

Brrak

Laki laki tua itu terkesiap, kedua tangannya yang bertumpu pada meja dan dua gelas coffee yang berada diatasnya ikut bergetar saat meja itu digebrak dengan keras.

Entah sengaja atau tidak, madam choi adalah pelakunya. Wajahnya memerah, nafasnya memburu, tatapan tajamnya seakan ingin menerkam mangsanya hidup hidup.

Tuan Kim, sang laki laki tua itu hanya mampu menunduk.

"Maafkan saya, madam" ujarnya.

Hah

Madam choi membuang nafasnya kasar, sedetik kemudian sebuah seringaian muncul dari bibir berbalut lipstick merah miliknya.

"Tidak salah jika suami ku dulu memilihmu sebagai tangan kanannya. Tapi.."

Ia menghentikan suaranya, memberi jeda untuk beberapa detik. Kakinya membawanya keluar dari kursi kebesarannya lalu berjalan mendekati tuan kim yang masih setia menunduk dengan rasa takut yang masih menyelimuti dirinya.

"Tuan mu sudah tidak ada lagi di bumi ini, apa kau masih ingin bertindak sebagai pahlawan? Lagipula orang yang sudah mati tidak akan pernah tahu jika ada orang yang mengkhianatinya"

Berusaha untuk tenang, tuan kim menarik nafasnya dalam dalam. menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida secara perlahan, mencoba mengontrol rasa takut dan emosi yang bercampur menjadi satu. Memilih kata demi kata demi satu kalimat yang bisa menepis pernyataan sang lawan bicara tanpa timbul masalah lain.

Tuan kim berdiri, menghadapkan tubuhnya tepat didepan madam choi. Membenahi kacamata yang melekat di kedua matanya sebelum menatap lekat kedua manik madam choi dengan percaya diri.

"Sekali lagi, maafkan saya. Saya tidak bisa mengkhianati mendiang Tuan Choi"

Selesai mengungkapkan kalimat itu, tuan kim membungkuk dalam merasa bersalah atas penolakannya terhadap madam choi. Tidak, mungkin ia akan lebih merasa bersalah jika ia mengkhianati mendiang tuan choi. Orang yang telah memberinya kehidupan selama berpuluh puluh tahun.

Setelah melihat kepergian tuan kim, Madam choi tertawa getir, sedikit tak percaya dengan penolakan atas apa yang ia perintahkan.

"Apa sesulit itu untuk mu merubah nama seseorang dalam selembar kertas?!" Gumamnya.

Ia mendudukan dirinya dengan kasar ke kursi, tempat yang sebelumnya ditempati oleh tamunya, tuan kim. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang masih terasa panas.

"Apa aku harus melakukan sesuatu padamu?"

-
-

"Park chanyeol!"

Merasa dirinya terpanggil, chanyeol menghentikan langkahnya, begitu pula dengan so eun dan son won yang mengekor dibelakang.

Jiwon berjalan setengah berlari menghampiri mereka,

"Bisakah kita bicara sebentar?"

Chanyeol mengerutkan dahinya, merasa bingung dengan sikap jiwon padanya. Bukankah dia tidak menyukainya?

"Apa kau tidak melihatku disini?!" Sinis so eun merasa tak suka dengan kedatangan jiwon.

"Eoh, maaf ahgassi"

Jiwon membungkukkan tubuhnya sejenak sebelum menarik pergelangan tangan chanyeol untuk mengikutinya.

"Tunggu, aku ikut" kesal so eun.

Chanyeol menghela nafasnya saat tahu kedua pergelangan tangannya di pegang erat oleh kedua wanita ini,

"Bisakah kalian melepas tangan ku terlebih dulu"

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang