13th Mossaic

247 56 5
                                    

Every day, I look for you in the dream
But you look at me as if it's the first time

♫ ♪ ♫ ♪

In Hyunhee's Eyes...

Sakit. Rasa itu sekarang menyadarkanku. Bahwa bagaimanapun kita melontarkan protes pada takdir dan menuduhnya sebagai dalang dibalik kemalangan yang terjadi di kehidupan kita, pada akhirnya kita ditampar oleh sebuah kenyataan yang menunjukkan bagaimana sebenarnya takdir sudah memberikan yang terbaik untuk kita, meski... caranya menyakitkan.

Hal yang sama terjadi padaku, ketika aku meratapi nasib karena harus terjebak di kehidupan orang lain sementara diriku sendiri pada kenyataannya akan mati, dengan alasan yang tidak pula aku ketahui.

Aku menyalahkan takdir, berkata jika ia sudah berlaku tidak adil padaku dan memberikanku kehidupan yang mengerikan padahal jika kupikir lagi... takdir telah menyuguhkan kebahagiaan yang sudah kuabaikan.

Kim Jongdae, adalah kebahagiaan yang aku maksud.

Meski aku mengenal sosoknya di kehidupan nyataku sebagai seorang sahabat, teman bertukar cerita dan berbagi kesedihan, tapi aku tidak menganggapnya lebih dari sekedar itu. Dia hanya teman, hanya orang yang dekat denganku.

Tapi sosok serupa dirinya di masa lalu justru memberiku sebuah perasaan yang tidak pernah aku rasakan seumur hidupku. Aku tahu... Jongdae mungkin bersikap baik padaku karena ia tahu ia tengah menghadapi seorang yang sedang sekarat, tapi aku merasa bahagia.

Dan ya, di sinilah aku sekarang, terbaring di pangkuannya sementara tubuhku memberi sebuah peringatan menyedihkan yang membuatku berpikir jika malam ini adalah terakhir kalinya aku menatap langit malam.

"Bagaimana jika aku tidak terbangun esok hari, Jongdae?" tanyaku, menatap wajah pemuda yang tengah memandang ke langit gelap dengan tatapan menerawang.

"Kau akan terbangun, Hyunhee." ucapnya, mengalihkan pandang padaku dan tersenyum menenangkan. Senyum yang kini terasa seolah ia mengucapkan belasan kata kasihan yang meledekku.

"Apa menurutmu aku akan kembali ke kehidupanku?" lagi-lagi aku bertanya.

Keadaan menyedihkan ini sekarang begitu mengganggu. Aku begitu ketakutan. Menghadapi kematian bukanlah sesuatu yang bisa kupersiapkan, atau kupelajari. Semua orang takut mati, termasuk aku.

Jika kematian Lady Jo adalah cara bagiku untuk kembali ke kehidupanku, aku mungkin tidak akan mempermasalahkannya. Tapi bagaimana jika aku juga tidak terbangun? Ya.

Kemungkinan itu sekarang terdengar masuk akal. Kemungkinan tentang kematianku yang paling masuk akal untuk saat ini adalah karena aku terjebak di tubuh Lady Jo saat ia mati, dan kematiannya berarti kematianku.

Tapi kutepis kecurigaan itu, karena aku enggan menyalahkan Lady Jo atas kemungkinan tidak berdasar yang sekarang aku utarakan.

"Kau pasti akan kembali ke kehidupanmu, Hyunhee." ucap Jongdae, kurasakan jemarinya di sela rambutku, mengusapnya lembut seolah berusaha mengusir rasa takut yang memenuhi benakku.

"Aku meninggalkan sebuah catatan," tuturku kemudian.

"Catatan?"

"Hmm. Awalnya, aku ingin memberikan catatan itu pada Lady Jo. Tapi kupikir Lady Jo tidak akan ingat apa yang sudah terjadi—jika saja ia terbangun, jadi... kau bisa membaca catatan itu."

Jongdae terkekeh pelan. "Apa saja yang kau bicarakan di dalam catatan itu?" tanyanya dengan nada penasaran. Aku tersenyum kecil mendengarnya. "Tidak banyak. Hanya beberapa keanehan yang terjadi saat aku berpindah tubuh, termasuk saat aku menempati tubuh Lady Jo. Aku tidak bicara apapun tentangmu." tuturku.

SWITCH [finished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang