Hal pertama yang harus dikerjakan oleh Keysa ketika bangun tidur adalah merapikan kamarnya lalu membantu nenek di dapur. Menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian Sasa dan Didi. Lalu mulai bersiap ke sekolah.
Bersekolah di sekolah elit tentu menyita tenaga dan pikiran. Dari disiplin waktu hingga kelakuan, semuanya begitu ketat. Keysa harus bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya.
Hanya karena beasiswa dia bisa masuk ke sekolah swasta ini. Pemilik sekolah yang dermawan itu menurunkan sifatnya pada putra tunggalnya, Kevin.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dia selalu membuka pendaftaran bagi siswa yang membutuhkan bantuannya dalam hal finansial. Dan saat ini Keysa juga sudah mendaftar sebagai salah satu anggota.
Keysa tidak tahu kenapa di sekolah yang semua siswanya adalah anak-anak orang kaya, namun Kevin masih mau menolong mereka. Namun dia justru senang karena mungkin saja ini adalah bantuan yang dikirim Tuhan untuk mereka.
Dia sudah mengisi semua formulir yang diberikan Kevin dan sudah siap juga untuk bertatap muka dengan calon boss-nya itu.
"Udah beres?" Ellen, sahabat satu-satunya yang dia punya, yang mau menerima dia apa adanya, menghampirinya.
Keysa tersenyum gugup lalu mengangguk. Tangannya meremas kertas di tangannya sampai hampir kusut. Pintu kokoh di depannya ini belum terbuka sejak tadi. Seorang siswa yang masuk terakhir tadi belum keluar dan Keysa dengan sabar berdiri di sana.
Keysa bukan tipe cewek yang banyak omong. Dia lebih memilih diam daripada harus bercerita panjang lebar. Dengan Ellen saja dia akan berbicara jika dirasa perlu. Atau menjawab jika ditanya. Sebulan perkenalan dan persahabatan mereka, Ellen sudah dapat mengenal sifatnya dengan baik.
Namun bukan berarti dia cuek. Dia hanya tidak tahu akan berbicara apa dengan teman-temannya. Menceritakan kisah hidupnya yang memprihatinkan? Teman-temannya mungkin tidak tertarik. Hanya Ellen satu-satunya orang kurang waras yang mau mendengarkannya. Demikian pikir Keysa.
"Lo di panggil." Keysa mendongak menatap cewek yang baru keluar dari ruangan itu. Keysa tersenyum sekilas pada Ellen lalu meraih gagang pintu.
"Kenapa?" Ellen menyentuh lengannya yang gemetar. "Gugup?"
Keysa mengangguk lalu mulai merapalkan doa dalam hatinya. Ini akan jadi perbincangan panjang. Dan dia tidak ingin membuat Kevin marah karena hanya dia yang akan banyak berbicara nanti.
"Gak papa. Gue denger Kak Kevin itu baik, kok." sekali lagi Ellen tersenyum manis padanya lalu membuka pintu untuk Keysa. Keysa masih bisa melihat sahabatnya itu mengangguk sebelum mendorongnya masuk ke dalam ruangan.
Ruangan itu tidak terlalu luas. Hanya ada satu meja besar, sebuah kursi besar di belakangnya dan dua kursi sedang di depannya. Di sudut ruangan dekat pintu, ada sofa panjang dan satu meja kecil. Tidak ada bunga atau apapun hiasan disana. Semuanya biasa saja. Di kursi besar di tengah-tengah ruangan, Keysa melihat seseorang duduk di sana.
"Selamat pagi." sapa Keysa. Orang itu mengangkat mukanya lalu seraut wajah tampan dengan senyum ramah itu menyambutnya. Perlahan Keysa mendekat ketika tangan Kevin mengisyaratkannya duduk.
"Keysa Faradina?" Kevin membaca formulir yang Keysa sodorkan. Dia kembali mengangkat wajahnya untuk bisa menatap wajah yang menunduk di depannya itu.
"Kenapa lo pengen daftar di sini?"
"Saya.. Saya butuh uang." jawab Keysa blak-blakan. Masih menunduk sejak tadi. Kevin menautkan alisnya bingung melihat lawan bicaranya yang terus menunduk.
"Emm. Gue tau emang bakalan di kasih dana setiap minggunya. Maksud gue, alasan spesifik aja. Keluarga mungkin. Atau karena lo sendiri."
"Keluarga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Hero (Completed)
Teen FictionCerita sudah selesai Keysa Faradina Winata. Gadis yang hidup sangat sederhana. Bersekolah di SMA ternama dengan beasiswa dan harus menghidupi nenek, kedua adiknya, dan sepupunya. Namun semua berubah semenjak dia menjadi asisten Kevin Anggara Pratama...