17. Kecewa

2.1K 123 6
                                    

Keysa sudah tidak menolak lagi ketika Kevin menawarkan untuk mengantarnya ke pasar. Setidaknya cewek itu masih mau diantar olehnya. Dengan sabar Kevin menunggu ibu-ibu di sana mengangkut semua barang-barang mereka ke atas pick up. Keysa hendak membantu, seperti sebelum-sebelumnya, tetapi Kevin melarang. Cowok itu bahkan menyewa buruh pasar untuk membantu ibu-ibu tersebut.

"Tadi itu pacarnya kamu, ya, Sa? Ganteng pisan atuh, Neng. Kenapa ndak di antar sampe rumah, sih?" pick up yang mereka tumpangi sudah melaju meninggalkan pasar dan Kevin yang sedang menatap mereka dari jauh.

"Dia teman sekolah saya, Bu. Bukan pacar," Keysa tertawa pelan.

"Oalah," ibu itu memukul paha Keysa pelan, tampak kecewa. "Ibu kira pacar kamu, Neng. Ck, padahal ganteng ya. Kamu juga cantik."

"Yah, namanya juga orang kaya. Pasti sukanya sama yang sesama kaya," celetuk salah satu cewek yang kira-kira beberapa tahun lebih tua darinya. "Iya gak, Sa?"

Keysa mengangguk kaku. Cewek itu sedang memangku jualannya yang tidak laku seluruhnya. Diam-diam Keysa bersyukur karena masuh dikaruniai otak cerdas sehingga dia bisa bersekolah. Jika tidak mungkin saja nasibnya tidak jauh beda seperti cewek itu.

Sisa perjalanan Keysa gunakan untuk membantu ibu-ibu di sana mengikat sayur mereka menjadi beberapa bagian lebih besar. Karena jika sudah di kampung, mereka biasa menyewa pekerja mereka dengan sayuran atau beras sisa penjualan. Kadang juga Keysa mendapat beberapa ikat sayuran jika turun di depan rumahnya. Ibu-ibu itu sudah mengenalnya dengan baik.

Keysa sendiri tidak pernah malu jika ke sekolah menggunakan pick up. Teman-teman di kampungnya memang sama-sama miskin, hanya saja mereka tidak memiliki keinginan yang kuat seperti Keysa. Keysa suka sekolah karena memang mimpinya adalah bisa sukses dan mencari keberadaan ayahnya dan Ibu Tito.

Meskipun Nenek selalu mengatakan bahwa mereka tidak akan kembali, Keysa selalu percaya bahwa dimanapun mereka berada, mereka tidak akan pernah melupakan bahwa mereka masih memiliki anak yang selalu menunggu kepulangan mereka.

Pernah sekali, waktu Keysa masih duduk di bangku SMP, Ayah menelpon. Ayah mengatakan akan kembali jika dia sudah memiliki uang banyak tetapi sampai saat ini Keysa tidak pernah melihat ayahnya lagi. Sedangkan Tanta Siska tidak pernah menelpon Tito sama sekali. Dia seakan menghilang dari bumi ini. Bahkan Nenek pun tidak pernah mengharapkan kepulangannya lagi.

"Bang, depan, ya!" teriak Bu Mutia yang duduk dekat sopir. Perlahan laju pick up itu melambat dan berhenti tepat di depan rumah Keysa.

"Bu, duluan, ya."

Setelah itu pick up tersebut kembali melaju mengantarkan ibu-ibu tersebut kerumah mereka masing-masing.

"Kamu ikut pick up lagi?" Keysa baru saja melangkah masuk ke pekarangan rumahnya dan mendapati Nenek sedang duduk di sana, di dipan kayu bersama dengan Tito.

"Kan Keysa emang dari dulu naiknya pick up, Nek." jawab Keysa sambil tersenyum.

"Kak Kevin mana, Kak?"

Keysa duduk di hadapan Tito dan mencubit pipi bocah itu, "Dirumahnya."

"Kok gak ikut Kak Keysa kesini, sih?"

"Dia kan punya rumah, To."

"Belalti dia gak akan kesini, ya?"

Keysa hanya tersenyum menanggapinya. Ketika melirik Nenek, wanita itu sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit Keysa artikan. Tetapi Keysa masih mengingat jenis tatapan yang sama seperti itu, ketika Bram muncul di rumahnya beberapa minggu yang lalu.

Nenek pasti tidak menyukai kedekatannya kali ini dengan Kevin karena Kesya belum menceritakan yang sebenarnya tentang hubungannya dengan Bram yang sudah berakhir. Nenek pasti mengira yang bukan-bukan tentangnya.

Beloved Hero (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang