d e l a p a n

1.3K 331 31
                                    

"A, fotokopi ya, dua lembar ini aja."

Kepala gue mendongak saat mendengar suara berat dan familiar. "Eh, Audrey." Ia menyapa setelah melihat keberadaan gue yang lagi jongkok dan senderan ke tembok nungguin tugas yang lagi di-print.

Tempat fotokopian itu seperti rumah (inget, kan, kalau sekolah gue itu berada di kawasan perumahan?), dan berada di samping sekolah. Jadi, kita nggak perlu keluar sekolah untuk ke tempat fotokopian. Cukup teriak dari pagar sekolah, si A'a bakal nyamperin kita.

Gue mendengus kesel lalu bergumam, "Sok kenal amat sih."

Terdengar suara kekehan pelan. "Nggak bareng temen yang biasa sama lo itu?" tanya Dean kemudian ikut duduk di samping gue. Dia duduk, gue jongkok kayak mau boker.

Alis gue bertautan karena berpikir. "Manda, maksud lo?"

"Ya, mungkin itu kali namanya. Biasanya juga lo berduaan mulu kayak lintah kembar. Sekarang sendirian aja," ujarnya tanpa menatap lawan bicaranya. Dia beneran ngomong sama gue, kan? Jangan-jangan, gue halusinasi gara-gara keseringan ketemu sama Dean.

"Lo ngomong gitu kayak sering liat gue sama Manda mulu aja. Palingan, pas upacara doang." Cara menghindari cowok ini, gimana sih? Cara berhenti ngobrol sama dia kok, nggak bisa, ya?

"Emang sering liat, kok. Pinggir lapangan. Lo makan bekel yang lo bawa, temen lo beli dari kantin. Iya, kan?" ucapannya membuat gue tersentak dalam hati. Lah, ternyata dia nyadar, gue sering nangkring kayak penunggu pohon beringin. "Kok, sekarang udah enggak? Gara-gara udah musim ujan, ya?"

Gue hanya berdehem untuk membalas. Bisa darurat kalau keceplosan gue doyan liatin dia futsal sambil cengengesan. "Eh, kita belom kenalan secara properly, lho. Mau kenalan nggak?" tanyanya yang kini sedang menatap ke arah gue. Eh, aduh, mendingan nggak usah tatap-tatapan deh. Kok, jadi grogi gini, kalau diliatin?

"Kalau nggak mau, gimana?"

"Ya udah. Nggak usah kenalan. Ribet amat," jawabnya. Ye, si Kunyuk. "Eh, tapi, beneran nggak mau?"

Tawa gue lepas. Aduh, muka sok galaknya hilang, kan. Gue mengulurkan tangan untuk bersalaman, "Audrey."

Dean cengengesan sambil menjabat tangan gue. "Fadean. Kelas lo sebelahan sama kelas gue, kan?" tanyanya lagi sambil bangkit karena kertas yang difotokopi sudah selesai. Tugas gue mana, ya? Kok, kayak lama. Beli tinta printer dulu kali ya. Selang beberapa detik, Dean kembali setelah mengambil kertas yang telah difotokopi.

"Iya, kok tau?"

"Kemaren pas waktu olahraga, nggak sengaja ngeliat lo keluar dari kelas lo." Fadean menjawab. Dan gue cuman angguk-angguk kepala aja. "Gue duluan ya, Drey. Udah selesai."

"Sip."

Dean lalu perlahan melangkahkan kakinya menjauhi gue dan gue mulai bangkit berjalan menuju pagar. "A, punya saya mana? Udah di-print?" tanyaku sambil berteriak sedikit.

"Punya kamu yang mana emang?" tanya si A'a.

"Yang flashdisk warna putih, A."

Si A'a malah kayak orang yang lagi mencari sesuatu lalu membungkuk. "Yah, flashdisk-nya jatoh. Belom di-print jadinya."

Gue menepuk jidat. Nyatanya, ini adalah salah satu bentuk kesialan gue yang lain saat bertemu dengan Dean.

•••
a.n: kasian juga kalo si Audrey sial fisik mulu, kali ini lebih ringan deh. BTW makasih ya responnya kleyan, seneng deh aq heuheu

Fall Over VainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang