"Eh, Deaaan."
Itu suara gue saat berpapasan dengan Dean di lapangan. Keliatan banget muka sumringah. "Kemaren-kemaren ke mana aja lo?" tanya gue. Kepo banget dah.
"Sakit. Kenapa, Drey?" tanyanya.
Lah, iya. Gue nanya begitu, kenapa ya? Sok deket amat sama Dean.
Gue mengusap pipi kanan, kayak orang bingung gitu. "Yaaa... nanya aja sih. Kemaren, kan, ke lab buat ketemu Fani tapi ternyata lo nggak ada." Mantep juga bohongnya. Nanti gue mau bikin blog deh, isinya tips jitu upaya nyari alasan saat ngobrol depan kecengan. "Oh iya, gue denger-denger, futsal mau tanding sama sekolah lain ya? Lo ikutan?" tanya gue mengalihkan pembicaraan.
"Iya, awalnya ragu sih. Soalnya, kan, gue ikut olimpiade juga. Tapi ya udahlah, ikutan olimpiadenya juga iseng. Lebih suka futsal," tutur Dean. Kalau gue perhatiin nih ya, selama dia ngomong tuh, pasti tangannya ikut-ikutan gerak gitu. Lucu deh. "Lo ada rencana ikut jadi suporter, nggak? Biasanya pada banyak yang mau ikut, soalnya dapet dispensasi nggak ikut pelajaran."
Wuih! Secara nggak langsung, gue disuruh nontonin dia, bukan sih? Aduh, jadi ge-er, kan.
"Yah, rencana sih, ada. Liat nanti aja. Semoga menang ya, Yan." Gue memberikan senyum lebar. Nggak selebar cengiran onta, nanti dia takut.
"Siap-siap. Pasti itu sih. Lo mau ke kantin?" ujarnya dengan pertanyaan di akhir. Gue menganggukkan kepala menjawab pertanyaan. "Ya udah, hati-hati ya."
Gue mengerutkan dahi. "Hati-hati? Kenapa? Emang ada jebakan batman?" tanya gue bingung.
Dean tertawa dulu sebelum menjawab. "Bukan. Lo, kan, doyan bikin malu di depan publik. Kali ini jangan, hati-hati makanya."
Gue memukul lengannya (hehe, modus dikitlah). "Sialan lo, kurang ajar!" ucap gue dengan sewot. "Oh iya, tadi lo dipanggil sama guru sejarah. Doyan amat dipanggil sama dia dah."
"Dari pada dipanggil sama yang di Atas, Drey. Lebih serem. Kalau gitu, gue duluan ya. Sebelum makan baca doa, biar nggak sial. Jangan lupa juga, gue ingetin deh, kalau makan masuknya ke mulut bukan ke mata," ujar Dean lalu menepuk pundak gue beberapa kali sebelum pergi.
Yeee, si kupret.
Untung manis itu orang.
Hehehe, pundak gue ditepuk. Seneng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Over Vain
Cerita PendekDia sosok yang nyata, namun selalu menjadi bagian dari imaji yang kubuat. Aduh, dramatisnya sih begitu. Padahal mah, ini hanya tentang kehidupan seorang perempuan di SMA yang awalnya pengen ngerasain gimana rasanya pacaran tapi gak ada yang deketin...