(Namakamu) gelisah di sepanjang jam pelajaran dan membuatnya tidak konsentrasi. Guru-guru mata pelajaran hari inipun hampir semuanya killer dan tidak ada jam kosong. Itulah sebabnya mengapa Iqbaal yang menyadari gerak-gerik teman semejanya itu tidak lagi bisa menenangkan atau mengajaknya keluar kelas untuk sekadar refreshing atau kembali bermain catur."Lo kenapa si sepanjang pelajaran nggo konsen lagi? Ada problem lagi?" tanya Iqbaal setelah mengemas barang-barangnya.
Sedari tadi (Namakamu) selalu mengelak dan menggeleng. Bukan tidak mau bercerita, namun ia takut untuk cerita. Selain takut dengan terror kampungan di pagi hari yang didapatinya lagi, terroran itu juga berisi aksi yang mengancam. Apabila ada orang lain yang mengetahui kejadian ini, si pelaku juga tidak akan segan-segan melakukan tindakan keji sekalipun.
Bukan karena (Namakamu) itu tidak lagi seperti yang biasanya, beringas dan tak tahu aturan. Melainkan permasalahan misterius ini yang membuat nyalinya ciut. Semua orang punya phobia, termasuk juga dengan (Namakamu), ia takut dengan hal semacam terror-menerror. Ia takut jika dirinya diawasi oleh orang lain tanpa sepengetahuannya.
Dia takut jika penerror itu melakukan hal yang tidak-tidak, apalagi sampai membunuh. Mengingat keluarga kecilnya yang hancur karena pembunuhan yang dilakukan musuh, nyalinya menciut apabila nantinya giliran ia yang akan menjadi incaran pembunuhan ataupun kejadian yang lainnya. Semua orang tidak akan tahu takdirnya di masa yang akan datang.
"Yaudah, kita pulang ya? Udah jam tiga lho, bentar lagi mendung juga. Tapi gue mau ke ruang Osis dulu ambil brosur peminatan anggota Osis." celoteh Iqbaal.
(Namakamu) mengerucutkan bibirnya. "Lo mau jadi anak Osis?"
Iqbaal mengangguk. "Yah, begitulah.. dari di kampung sana, gue juga anggota Osis kok, malahan wakilnya."
(Namakamu) hanya meng'O'kan penjelasan tak jelas dari Iqbaal itu, kemudian ia kembali terdiam, namun bibirnya masih seperti posisi semula—mengerucut.
"Kenapasih?"
"Ngga apa-apa." ucap (Namakamu) singkat.
Iqbaal menyeringai, walaupun gadis di hadapannya belum menjelaskan apa isi hatinya, namun ia sudah tahu jawabannya.
"Jadi lo mau gabung sama anak-anak yang numpang tenar pake jabatan itu? Terus lo bakalan jadi senior yang paling dielu-elukan sama adik kelas, gitu? Gue si najiz." tambah (Namakamu) kemudian. Ia tidak tahan menahan gejolak di hatinya, entah mengapa.
Iqbaal mengetuk pelan ujung hidung (Namakamu) dengan telunjuknya. "Lo cemburu ya? Takut jika nantinya gue dikejar-kejar sama adik kelas? Hayooo.."
(Namakamu) beranjak melangkah meninggalkan Iqbaal keluar ruangan kelasnya yang sudah tiada penghuninya. Ia super kesal dengan tingkah laku Iqbaal yang menyebalkan. Namun, apa benar kata Iqbaal? Jika tidak cemburu, mengapa (Namakamu) harus mengomel dan membahas para adik kelas?
"Udah ah pergi aja sono ke ruang Osis yang terkutuk. Gue si ogah," ujar (Namakamu) cuek. Dari dulu memang ia sangat membenci para anggota Osis, menurutnya, mereka hanya numpang tenar dengan jabatan dan kinerjanya tidak bisa dibanggakan. Ia sangat membenci kenyataan bahwa anggota Osis lebih tenar dari pewaris tunggal sekolahan ini, yaitu dirinya sendiri. Walaupun sejatinya ia tidak pernah gila dengan popularitas, namun setidaknya ia sangat tidak suka dengan para murid yang fanatik dengan cewek cantik dan cowok ganteng yang tergabung di Osis.
Iqbaal kembali melebarkan senyum jahilnya, rupanya memang benar, (Namakamu) tengah dilanda api cemburu. "Yaudah lo nunggu di parkiran ya? Gue mampir dulu bentar, sekalian godain ketos lama, siapa tahu gue bisa jadi ketos baru nantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
3. Teman Semeja • IDR
Teen FictionSTORY IQNAM KE-2 [[SEBAGIAN CHAPTER HANYA BISA DIBACA FOLLOWERS]] ________________ Hidup (Namakamu) kembali berubah seiring datangnya murid baru yang sok' peduli, sok' perhatian, dan sok' baik hati dengannya. Baru saja hari pertama pertemuan...