(12) Ketulusan

631 41 19
                                    

Seperti yang sudah kuduga, Rian memintaku menginap di kamarnya. Aku menurut saja, toh aku juga senang. "Na, aku mandi duluan ya."Rian menghilang di balik pintu kamar mandi.

Sekarang masih jam setengah 9. Belum waktunya aku tidur. Lagipula, aku ingin berlama-lama dengan Rian nanti.

Ah iya, Rian suka sekali jus jeruk. Selalu tersedia di kulkas, jus dalam kemasan tetrapack. Aku akan mengambilnya di dapur beserta camilan untuk teman kami mengobrol nanti.

"Nanaaa!! Tolong ambilin handuk aku ketinggalan!"teriak seseorang dari dalam kamar mandi. Untung aku belum keluar kamar!

"Ck, kebiasaan."gerutuku pelan. Aku keluar balkon, mengambil handuk hijau muda miliknya yang tersampir. Kuletakkan handuk itu diatas pintu, celah antara pintu dengan tembok kamar mandi.

"Makasih, sayang!"teriaknya lagi. Aku tidak dapat menahan senyumku. Apa kami terlihat seperti pasangan suami istri? Yah, jika dipikir-pikir, ini bukan pertama kalinya aku mengambilkan keperluannya atau dia mengambilkan kebutuhanku saat di kamar. Dan aku tidak pernah berpikir macam-macam, atau lebih tepatnya terbawa perasaan.

Tapi kali ini... berbeda.

Cepat-cepat aku keluar kamar, sebelum pikiranku beralih kemana-mana.

Kriek.

Aku keluar kamar, bertepatan dengan pintu di seberangku yang terbuka menampakkan kak Rion dengan rambut acak-acakan. Ia menaikkan alis, mungkin heran melihatku menginap setelah beberapa hari ini 'perang dingin' dengan adik kandungnya.

Ketika waktu setelah makan malam keluarganya aku pingsan dan berakhir di rumah ini, kak Rion tidak tahu. Dia menginap di rumah temannya.

"Lo... Udah baikan sama si empunya kamar?"tanyanya. Aku mengangguk riang. "Ah iya, terimakasih buat kakakku tercinta, udah bantu nyadarin adiknya yang cantik ini."aku merangkul bahunya. Kami menuruni tangga, "Dari ekspresi lo yang seneng-seneng menjijikkan, kayaknya gue ketinggalan berita nih."godanya.

Aku tersenyum misterius. "Ya gitu deh, kak. Yang pasti, hubungan kami nggak cuma sekedar baikan."

Kuambil jus beserta kawan-kawannya, lalu kembali keatas. "Dek!"panggil kak Rion ketika aku menaiki tangga. Aku menoleh. "Pajak jadian jangan lupa!"ia mengedipkan sebelah matanya. Aku terkekeh, "Lo mah itu mulu yang dipikirin!"

***

Rian menemaniku duduk bersandar di kepala kasur, menonton tv. Astaga, kenapa jantungku kembali berdebar hanya karena dia di sampingku? Ayolah Na, ini cuma seorang Riandra!

By the way, sebelum kesini aku sudah mandi-mandi cantik di kamarku dan mengganti pakaian dengan piyama bergambar beruang kesayanganku.

Aku tersentak, saat tiba-tiba Rian menyandarkan kepalanya di bahuku. Ia menatapku lamat-lamat dari posisinya, wajahnya seperti anak kecil yang minta dikasih permen.

"Li, u-udah dong ngeliatinnya. Aku malu."gumamku, membuang pandanganku ke arah lain. Wajahku mungkin sudah memerah sejak tadi. Apa dia tidak sadar, perbuatannya itu memberi efek tidak baik untuk jantungku yang memang sudah tidak normal ini?

"Lucunyaa, ternyata Nanaku bisa malu-malu. Biasanya kan malu-maluin."

Aku menjambak rambutnya yang masih sedikit basah. "A-aww! Sakit, cebol!"pekiknya seraya mengusap kepalanya. Aku memajukan bibirku kesal. Nasib emang, jatuh cinta sama sahabat sendiri. Bukannya romantis, yang ada malah dihina mulu'.

"Udah seksi, Na. Nggak usah dimaju-majuin. Aku cium, nih."

Mau!

"Ah lo mah sukanya nyosor."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Not) A Stupid LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang