H o r o r

378 35 59
                                    

"HIDUP TANPA CINTA BAGAI BUNGA TAK BERTAMAN~"

Dengan suara 'merdu'nya, Yamada berdendang ria sambil menyiapkan makan malam untuknya dan Chinen.

"AYYY BEGITULAH KATA PARA PUJANGGA~" Yamada dengan lantangnya ikut menyanyikan lagu dangdut yang sedang diputar di radio. Satu lagu berakhir, satu pekerjaan―memotong daging―pula terlampaui. Begitu seterusnya, hingga ditengah-tengah aktivitas memasaknya, Yamada merasa ada sesuatu yang memperhatikannya.

Yamada menoleh ke belakang, namun ia tidak melihat ada siapapun di dapur selain dirinya. Yamada pun hanya mengendikkan bahunya lalu kembali fokus menyiapkan makan malam.

"Dulu aku suka padamu dulu aku memang suka~ Ya-ya-yah~" Kembalilah Yamada dengan kesibukan memasaknya sambil menyanyikan lagu MIRASANTIKA. Namun lagi-lagi, Yamada merasakan ada sesuatu yang aneh. Ia merasa ada sesuatu yang sedang dengan intens menyaksikan dirinya memasak.

Serrrrrrr.....!

Tiba-tiba, ia mendengar sesuatu semacam desisan, dan dengan sigap Yamada menoleh ke belakangnya.

Hening. Tidak ada siapa-siapa.

'Ini pasti Chinen mau ngisengin aku lagi...' Batin Yamada penuh dengan kesu'udzonan.

"Chineeeeeeen???" Yamada memanggil nama bebebnya, memastikan dirinya sedang tidak dikerjai.

"Apaaaaaa???" Terdengar samar-samar suara Chinen membalas panggilan Yamada.

'Kayaknya Chinen lagi ga ada niat buat ngerjain...' Batin Yamada sekali lagi.

"Gapapa gajadiiiii!!" Teriak Yamada setelah menyadari Chinen sedang tidak mengerjainya. Akhirnya dengan perasaan was-was, Yamada kembali melanjutkan kegiatan memanggang daging sapi yang sebelumnya telah diirisnya.

Seeeeerrrrrrr.......!!!!

Lagi-lagi, Yamada mendengar suara desisan aneh. Merasa sudah cukup dipermainkan, Yamada akhirnya berhenti sejenak untuk memutari dapurnya, memeriksa dari mana asalnya suara desisan aneh itu. Pertama-tama, Yamada memeriksa bagian di bawah meja makannya. Perlahan-lahan, ia menggeser kursi lalu berjongkok untuk menengok ke bawah meja. Begitu ia mendapati tidak ada apa-apa di bawah meja, Yamada pun kembali berdiri dan menghela napas panjang sebelum ia bergumam,

"Kayaknya cuma bayangan―"

Namun, belum selesai ia menggumam, tiba-tiba saja entah dari mana, ada sesuatu yang terbang dengan cepat, menarget Yamada.

"WANCOOOOOOOOOOOOK!!!!!!!!!"

Chinen yang sedari tadi sedang asyik menonton acara TV favoritnya di dalam kamar langsung kaget begitu ia mendengar teriakan Yamada yang amat keras. Langsung saja Chinen melompat dari kasur dan berlari menuju dapur, tempat dimana Yamada berada.

Begitu sampai di dapur, Chinen melihat Yamada terduduk di lantai, mukanya dipenuhi dengan ekspresi panik dan takut. Langsung saja Chinen menghampiri Yamada dan berjongkok di depannya.

"Kenapa, Yam????" Dengan nada khawatir, Chinen bertanya kepada Yamada.

"K-k-ke-kec-kecoak......" Jawab Yamada tergagap-gagap sambil menunjuk 'sesuatu' yang tadi dengan horornya terbang menyerang Yamada. Untung saja tadinya Yamada berhasil menghindar dari serangan mendadak tersebut.

"Ya ampun... Kirain apaan..." Ujar Chinen setelah ia menghembuskan napas panjang. Chinen pun langsung berdiri dan berjalan menghampiri kecoa yang sedang nangkring santai di pojokan dapur di dekat kulkas.

"Ojo, Chii!!" Yamada berusaha mencegah Chinen yang sepertinya bermaksud mengenyahkan kecoa tersebut.

"Duh, ini cuman kecoa, Yam." Jawab Chinen, mengabaikan perkataan Yamada.

"Chii! Dibilangin jangan!"

"Duh berisik!!!" Omel Chinen yang semakin dekat jaraknya dengan kecoa itu.










"Dia terbang, Chii!!!!"

"Hah?" Chinen menoleh ke arah Yamada, dan dengan bodohnya, ia malah menoleh lagi melihat kecoa itu.

Benar saja, begitu Chinen menolehkan kepalanya, kecoa itu tiba-tiba mengembangkan sayapnya dan secepat kilat ia terbang ke arah Chinen.

Plek!

Dengan sempurna, kecoa itu mendarat di atas hidung Chinen. Chinen terpaku saking kagetnya, begitu pula dengan Yamada. Setelah tersadar, Chinen dengan perlahan memutar badannya menghadapi Yamada.

"Yam... Tolong..." Dengan nada lirih dan mata berkaca-kaca, Chinen memohon pertolongan kepada pacarnya.

"Kan! Dibilangin! Kamu ndablek se!" Yamada langsung berdiri dan dengan segera mengambil sarung tangan plastik dari lemari dapur.

"Kamu diem dulu. Jangan gerak!" Perintah Yamada kepada Chinen sembari ia membungkus tangan kanannya dengan sarung tangan plastik. Perlahan tapi pasti, Yamada menggerakkan tangannya ke wajah Chinen, dan,

Hap!

Yamada berhasil menangkap kecoa yang bertengger di wajah Chinen. Ia lalu menuju ke jendela dapur dan langsung melepaskan kecoa yang ada di dalam genggamannya. Kecoa itu pun langsung terbang bebas keluar dari dapur Yamada. Setelah mengeluarkan kecoa dari apartemennya, Yamada langsung menghampiri Chinen yang sudah terlanjur menangis gegara satu ekor kecoa yang memberinya salam hangat secara langsung dengan mendarat di atas wajahnya.

"Udah ilang kecoaknya. Jangan nangis." Hibur Yamada sembari ia mengelap air mata Chinen yang mengalir deras dengan ibu jarinya. Chinen dengan perlahan menenggelamkan wajahnya di atas bahu Yamada, masih dalam keadaan berurai air mata. Dengan lembut, Yamada mengelus punggung Chinen, berusaha menenangkan kesayangannya yang masih shock dengan insiden 'horor' yang baru saja terjadi.

"Itu daging panggangnya udah mateng. Ayo maem dulu biar tenang, ya?" Ajak Yamada, dan Chinen pun hanya mengangguk lemah, menuruti ajakan Yamada.

Wah, wah, wah. Siapa yang menyangka ya. Ternyata sepasang kekasih ini takut sama kecoa terbang. . . .

Selesai.

To Chinen:
Karma does exist, babe. 😂😂😂😂😂

Yamada-kun and His Mischievous BaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang