J a t a h

560 35 42
                                    

"Yambeeeeeeeeb!!!" Chinen yang baru saja pulang dari sesi foto majalah bergegas memasuki kamar dan melompat ke atas kasur, menduduki Yamada yang sedang sibuk berkutat dengan laptopnya sambil tengkurap.

"Heh! Abot!!!" Protes Yamada pada Chinen yang berat badannya bisa dibilang tidak ringan. Setelah diprotes, bukannya turun dari punggung Yamada, Chinen justru goleran di atas Yamada.

"Kamu ngapain sih? Serius banget." Seolah-olah tidak peduli, Chinen melingkarkan lengannya di leher Yamada.

"Ngapain katamu? Lagi kerja aku ini! Cari duit buat bayarin jajanmu!" Ujar Yamada ketus.

"Hmm... Santai aja loh. Sewot amat sih? PMS ya?" Dengan ademnya Chinen menanggapi Yamada lalu mencubit pipi kanannya.

Yamada yang pipinya ternistai memicingkan matanya, lalu menutup laptopnya. Setelah itu, tanpa aba-aba, Yamada langsung bangkit dari posisinya. Chinen yang ada di atasnya kaget bukan main. Belum sempat ia bereaksi, posisi keduanya sudah berganti. Yamada berada di atas Chinen, kedua tangan menahan tubuhnya.

"Kamu ngajak main-main ya?" Komentar Yamada.

"Hah? Apaan sih?"

"Tak ladeni sekarang." Yamada merendahkan wajahnya, siap untuk 'bermain' dengan Chinen. Padahal Chinen tidak meminta.

"Eit. Mau ngapain kamu?" Kali ini gantian Chinen yang menjudesi Yamada. Ia menempelkan telapak tangannya pada bibir Yamada ketika bibir seksi itu semakin mendekati wajah imut Chinen.

"Mau main sama kamu." Balas Yamada.

"Aku ga minta jatah."

"Aku yang minta. Udah satu bulan loh aku ga kamu kasih jatah. Jelas aja dong aku jadi PMS." Sekilas informasi saja, PMS yang dimaksud Chinen sebenarnya adalah Premenstrual Syndrome, sementara PMS yang dimaksud Yamada ialah Papa Minta S***.

"Gak mau!" Chinen memberontak, memukuli dada Yamada. Sayangnya pukulan-pukulan itu tidak mempan. Alih-alih menghentikan Chinen, Yamada justru membiarkan Chinen memukulinya.

"Minggiiiiiiiir!!! Ryoooooo~" Rengek Chinen pada Yamada.

"Kasih dulu."

"Nggak mauuuuuu...." Kedua mata Chinen mulai berkaca-kaca.

"Ayolah sayang..." Yamada mulai menyentuh lembut wajah Chinen.

"Besok pagi aku masih ada jadwal photses, Ryo... Besok aja ya? Please..." Chinen memohon pada Yamada. Melihat ekspresi memelas Chinen, akhirnya Yamada pun luluh dan menuruti permohonan Chinen.

"Yowes besok wes... Janji ya?" Yamada mengacungkan jari kelingkingnya, dan disambut oleh tautan dari jari kelingking Chinen.

"Iya. Janji."

Yamada pun tersenyum lalu mencium jidat Chinen.

Keesokan harinya......

"Chinen iki nang endi..." Yamada yang sudah berada di rumah sejak jam 7 malam mulai gelisah. Pasalnya ini sudah jam setengah 10 malam, tapi Chinen tak kunjung kelihatan batang hidungnya. Ia sudah menelepon dan mengirimi Chinen pesan berkali-kali, namun tidak ada respon sama sekali.

Yah. Maklumi saja kalau dia gelisah. Yamada sudah tidak sabar ingin segera meminta jatahnya.

Untungnya, penantiannya itu berakhir ketika ia mendengar suara pintu apartemennya terbuka. Yamada langsung saja berlari ke ruang depan dengan wajah sumringah.

"CHINE―"

BRAK!!!

Yamada hampir saja meloncat karena kaget. Bagaimana tidak? Chinen baru saja datang dan ia tiba-tiba membanting pintu depan dengan keras.

"SENIOR BANGSAT!!!!" Teriak Chinen setelah ia masuk ke dalam rumah. Ia melempar segala macam barang bawaannya ke sembarang arah. Yamada langsung berlindung dan merunduk di dekat sofa ketika sebuah sepatu melayang tepat ke arahnya.

"Yasalam." Gumam Yamada ketika ia berhasil menghindar dari lemparan maut sepatu Chinen.

"Yaotome bangsat!!! Mentang-mentang model senior seenaknya aja nyuruh-nyuruh orang!" Chinen ngedumel sendiri, tidak mempedulikan eksistensi Yamada.

"C-Chinen?" Yamada berusaha untuk menyadarkan pacarnya dari amukannya, namun tidak digubris oleh si pemilik nama.

"Bedebah bajingan bangsat!! Liat aja ntar bakal gua santet dia habis-habisan!! Gua sumpahin BIAR JONES SEUMUR IDUP!!!!" Masih dengan amarahnya, Chinen bersumpah serapah, dan ia tetap mengabaikan keberadaan Yamada di belakangnya.

"Astaga, Chii! Kamu kenapa pake sumpah-sumpahan segala???" Yamada dengan segala effortnya berusaha untuk kembali mewaraskan otak Chinen.

Dari pengalaman yang ia dapatkan, bisa gawat kalau Yamada tidak mampu meredakan amarah Chinen secepatnya. Ini adalah kedua kalinya ia melihat Chinen marah besar seperti ini. Kali pertama Yamada melihat Chinen marah besar ialah ketika ia tidak sadar bahwa ia sedang didekati oleh teman wanita sekelasnya semasa ia masih kuliah. Yamada sempat kecolongan satu ciuman dari wanita itu, dan bodohnya, ia sama sekali tidak ngeh kalau Chinen sedang berada di tempat yang sama ketika wanita kurang ajar itu dengan seenak jidat mencuri satu kecupan dari bibir Yamada. Cukup lama Yamada menderita setelah peristiwa itu terjadi. Butuh waktu kurang lebih dua bulan hingga akhirnya Chinen mau mendengarkan penjelasan Yamada dan akhirnya memaafkan kekhilafan Yamada. Sebelum itu, Chinen kerap kali berkata kasar kepada Yamada setiap kali mereka berpapasan di kampus, dan jangankan memberi jatah, Chinen tidur sekamar dan berinteraksi dengan Yamada selama di apartemen saja tidak mau. Jelas saja kalau Yamada frustrasi bukan main.

Oleh karena itulah, Yamada harus segera menenangkan Chinen, atau ia tidak akan mendapatkan jatah untuk dua bulan kedepan, atau bahkan lebih. Dan Yamada tidak menginginkan hal itu untuk terjadi.

"Chinen!!! Kamu kenapa??? Jangan marah-marah!!"

"BACOT!!!" Yamada dengan sekuat tenaga berusaha menenangkan Chinen, tapi yang didapatnya malah bentakan dan dorongan keras dari si mungil yang menyebabkan dirinya terhengkang. Untung saja Yamada masih sabar. Karena ia memang harus sabar, atau dia takkan mendapatkan jatah.

Karena rupanya kata-kata sudah tak mempan lagi untuk meredakan amukan Chinen, Yamada memutuskan untuk mendekap Chinen dalam pelukannya.

"Sabar, sayang... Jangan marah-marah..." Dengan lembut, Yamada mengelus-elus rambut Chinen. Ajaibnya, kemarahan Chinen berangsur-angsur mereda dan ia akhirnya mendapatkan ketenangannya kembali begitu Yamada memberinya sebuah pelukan hangat. Tak lama kemudian, tangisan Chinen pun akhirnya pecah.

"Ryoooooo-chaaaaaaaan......!!!" Chinen menangis keras dalam dekapan Yamada.

"Puasin dulu nangisnya gapapa... Kalo sudah puas nanti cerita sama Ryo, ya?" Ujar Yamada pelan sembari ia menepuk-nepuk pelan kepala Chinen. Chinen pun hanya mengangguk kecil, sebelum ia meneruskan tangisannya.

'Yah... Kalo begini terpaksa minta jatahnya ditunda besok deh...' Batin Yamada dibalik senyum kecutnya.

Tolong lah, itu lebih baik kan daripada tidak dikasih jatah untuk dua bulan kedepan? Ya nggak? Dasar Yamada, jatah aja terus yang ada di otaknya.

Selesai.

*spoiler* Chapter slanjodnya naena gengs, cocoronya dimantopkan duls ea.

Yamada-kun and His Mischievous BaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang