"Genta pulang," ucap anak laki-laki itu sambil melepas sepatu conversenya yang sudah terlihat buluk.
Bukannya ia tidak sanggup membeli yang baru, hanya saja ia sudah nyaman memakai sepatu itu. Kemudian ia berjalan ke sofa yang berada di ruang tengah lalu merebahkan tubuhnya, dan baru sekarang ia merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya.
"Abang," panggil Adik perempuannya yang duduk bersadar sambil membaca novel.
"Hm?"
"Lo abis dari mana?"
"Maen,"
"Ih, gue serius Bang." Kini Kayla menutup novelnya dan menegakkan badannya.
"Emangnya kenapa si?"
"Sekarang Mama sama Papa lagi ngobrol di ruang kerja Papa tuh. Kayaknya penting banget deh, soalnya pas tadi kita lagi makan, Papa dapet telfon terus mereka langsung ke ruang kerja Papa."
Genta pun termenung mendengar penjelasan dari Kayla, ia sudah tau ke mana arah pembicaraan kedua orang tuanya. Sebenarnya ia ingin menyusul ke ruang kerja Papanya, tapi sisi lainnya mengatakan kalau sebaiknya ia tidak datang kesana.
"Bang. Lo gak berbuat macem-macem lagi kayak dulu 'kan? Entah kenapa gue ngerasa ini ada hubungannya sama lo."
Genta langsung bangkit dari sofa dan berjalan ke ruang kerja Papanya tanpa menjawab pertanyaan Kayla. Persetan dengan ceramah dari kedua orang tuanya, ia sendiri juga sudah berjanji akan berubah dan mulai menerima semuanya.
Laki-laki itu pun berdiri di depan pintu yang tidak tertutup rapat, dari celahnya ia bisa melihat Papanya sedang menghadap keluar jendela, sedangkan Mamanya duduk di sofa.
"Kondisinya sudah membaik, tapi dia belum menujukkan tanda-tanda kalau dia akan sadar dari koma." ucap laki-laki paruh baya itu.
"Syukurlah Pa, yang penting sudah ada perkembangan. Mama yakin, pasti dia akan bangun dari koma secepatnya."
"Papa juga berharap dia secepatnya bangun dari koma."
Tak ada yang bisa Genta lakukan selain hanya mendengar percakapan kedua orang tuanya dengan tangan yang terkepal sangat erat.
Shit!
***
Matahari mulai muncul, sinarnya masuk melalui celah-celah yang ada di dalam ruangan itu. Jendela yang masih tertutup dan AC yang masih menyala menandakan jika si pemilik kamar tersebut masih tertidur. Rion kembali membangunkan Adik tercintanya dan kali ini usahanya berhasil, Via mulai menunjukkan tanda-tanda jika ia akan sadar dari tidurnya.
"Cepet bangun! Gue juga mau berangkat ke kampus. Sekarang udah jam tujuh kurang sepuluh menit." ucap Rion yang sudah berpakaian rapi.
"Iya, gue bangun," jawab Via malas sambil berjalan menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit Via turun dengan terburu-buru karena Abangnya terus membunyikan klakson mobil. Tanpa sarapan pagi terlebih dahulu, Via langsung menutup pintu dan menguncinya kemudian mereka pun pergi. Butuh lima belas menit untuk sampai di sekolah, padahal mobil itu sudah melaju cukup kencang, tapi keberuntungan memang belum menghampiri gadis itu. Via sampai tepat saat pintu gerbang sedang dikunci oleh satpam sekolah.
"Pak, Pak jangan dikunci dulu. Saya mau masuk." ucap Via dengan napas yang terengah-engah sehabis berlari, ini terjadi karena Rion menurunkannya di perempatan jalan yang cukup jauh dari sekolah dengan alasan jika ia tidak mau terkena macet.
"Enak banget kamu mau masuk aja, kamu udah terlambat lima belas menit. Nanti saya yang kena omel Bu Tina."
"Yaelah Pak, sekali aja deh. Saya janji gak terlambat lagi, serius Pak saya janji dari lubuk hati saya yang paling terdalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Middle
Teen Fiction[ WATTYS 2017 CATEGORY THE NEWCOMERS ] Semua ini terasa menyakitkan, setelah kebenaran terungkap. Bahwa ternyata kita berada di tengah perasaan yang salah... Prhasian©2020-All Rights Reserved 20 Mei 2017