Middle (7)

5.6K 412 11
                                    

Selepas kepergian Genta, Via memilih duduk dekat Bagas, Defo dan Farel. Rasanya ingin sekali Via menanyakan sesuatu yang sudah ia tahan sejak sampai tadi kepada tiga orang itu, namun ia masih ragu untuk menanyakannya. Terlebih lagi ketiga orang itu sedang menikmati nikotin sambil mengobrol bersama.

Defo melihat kegelisahan Via, berinisiatif untuk menanyakannya, "Kalau ada yang mau diomongin bilang aja, lo gak perlu sampai mendemin gitu juga kali."

Via tersenyum kecut kala Defo mengetahui sikapnya,"Tadi siang gue ngobrol sama Kevin." Tidak ada reaksi terkejut atau apa pun dari mereka, Via jadi memahami jika ketiga orang itu ikut mengetahui masalah ini. "Sebenernya ada apa sih antara Genta sama Kevin?"

"Bener dugaan gue, pasti dia bakal balas dendam ke Genta," ujar Farel sambil terkekeh pelan. "Cepat atau lambat, lo pasti bakal tau Vi apa yang ngebuat dia dulunya deket sama kita dan sekarang dia menjauh dari kita."

Via menjadi tambah bingung dan penasaran dengan apa yang telah terjadi pada mereka, rasa khawatir pun terselip di antaranya namun Via sadar diri jika ia bukanlah siapa-siapa. Ia hanya bagian dari orang-orang yang pernah dekat dengan mereka dan suatu saat nanti pasti ia akan menghilang.

"Karena kita udah cerita, sekarang lo yang cerita sekolah lo yang dulu dong..." ucap Defo mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin membuat Via semakin memikirkan masalah pribadi Genta.

Gadis itu menarik napas terlebih dahulu sebelum menghembuskannya, "Well, dulu gue bisa disebut Genta versi ceweknya." Via tersenyum melihat perubahan raut wajah ketiga cowok itu.

"Serius lo? Tapi kenapa tampang lo gak keliatan sama sekali ya?" ketiga cowok itu kini mulai tertarik mendengar cerita dari Via.

Gadis itu tertawa sebentar sebelum melanjutkan perkataannya, "Serius gue, kalau soal tampang orang juga sering bilang gitu ke gue. Fyi aja sih, gue pernah diskors selama seminggu."

Ketiga cowok itu menggelengkan kepalanya dan menatap Via dengan tatapan kagum. Bahkan Bagas yang biasanya menghisap rokoknya hingga putung terakhir, kini menjatuhkannya lalu menginjaknya.

"Salut gue Vi sama lo," ujar Bagas sambil bertepuk tangan.

"Thanks Gas, gue anggap itu sindiran." Ungkap Via dengan nada candaan, seketika wajah gadis itu berubah menjadi murung. "Dan gue beruntung karena gue sekarang udah berubah berkat seseorang."

"Kenapa lo bilang begitu?" tanya Defo.

"Mungkin kalau gue masih kaya dulu sampai sekarang, Mama pasti nyesel udah lahirin gue. Karena sikap gue yang kayak gitu, yang buat kedua orangtua gue akhirnya pisah."

Tatapan ketiga cowok itu yang tadinya terlihat kagum, kini berubah menjadi sendu.

"I'm sorry to hear that Via," ucap Farel sambil mengelus lengan Via dan gadis itu pun membalas hanya dengan senyuman.

***

Pagi yang cerah di hari Sabtu, waktu menunjukkan pukul sembilan pagi dan seorang anak laki-laki baru saja membersihkan dirinya setelah bangun tidur. Selepas mengantar Via tadi malam, anak laki-laki itu bahkan tidak sempat mengganti pakaiannya karena ia merasa sangat lelah sehabis balapan.

Ia pun turun dari kamar menuju dapur dengan rambut setengah basah dan handuk yang ia gantung di lehernya. Sebotol jus jeruk dingin yang ia ambil dalam kulkas, berhasil menghilangkan dahaganya. Adik perempuannya yang baru keluar kamar, seketika memekikkan suara ketika melihat Abangnya bertelanjang dada.

MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang