Middle (14)

828 78 4
                                    

Saya sangat berterimakasih sekali jika anda memberi vote dan comment tapi saya lebih berterimakasih jika anda memberi saran, kritik dan merevisi tulisan saya 😊.

***

Genta menarik sebelah tangan Via menuju toilet perempuan, gadis yang mengikutinya hanya diam tanpa protes sedikit pun. Para murid perempuan yang sedang berada di toilet, segera keluar ketika melihat Genta datang dengan wajah mengeras. Lalu hanya tinggal mereka berdua di toilet, cowok itu pun langsung menyalakan keran westafel dan mengarahkan tangan Via ke air itu.

"Kelakuan lo yang kayak gini yang ngebuat gue susah jauhin lo, tau ga?!" ujar Genta dengan nada tinggi.

Saat itu pula rasanya Via ingin menangis, bukannya ia gadis lemah. Tetapi, disatu sisi ia merasa panas bercampur perih pada tangannya dan disisi lain ia mendapat bentakan dari Genta padahal apa yang terjadi padanya bukan kesalahannya. Sejujurnya ia juga ingin membalas perkataan Genta yang membuatnya bingung, mengapa cowok itu ingin menjauhi dirinya.

Namun Genta kembali bersuara, "Tunggu di sini, jangan keluar sampe gue balik lagi." Cowok melesat pergi ke luar toilet tanpa memberi tahu gadis itu apa yang akan ia lakukan.

Tak berapa lama kemudian Genta datan membawa handuk kecil yang sudah diisi dengan es batu dan salep pendingin. Ia meraih tangan Via yang masih memerah dan mengompresnya dengan perlahan.

Keheningan melingkupi mereka, tak ada yang bersuara bahkan setelah beberapa menit berlalu. Untuk memulainya saja sepertinya tidak ada niatan, apalagi untuk membahas apa yang sedang terjadi di antara mereka. Tidak ada satupun yang ingin menanyakan mengapa dinding tak kasat mata itu tiba-tiba terbentuk.

Yang satu, berpura-pura fokus pada apa yang tengah ia lakukan. Yang satunya lagi, sudah ingin meledakkan perasaannya. Entah perasaan kesal, bingung atau frustasi atau ketiganya yang ingin ia lampiasakan pada laki-laki yang masih mengobati tangannya dengan salep. Tetapi, Via kembali sadar bukan saatnya untuk mengutarakan itu semua. Ia tidak ingin semakin mempertebal dinding itu, atau memperkeruh keadaan yang mungkin saja akan membaik.

Via berucap dengan terus memperhatikan cowok itu, "Mungkin kalau kata maaf dari gue gak cukup, kasih tau gue apa inti masalahnya. Biar gue tau di mana letak kesalahannya dan ngelakuin hal lebih dari sekedar kata maaf."

Air mata yang sedari tadi Via bendung sudah tak bisa ia tampung lagi, akhirnya setetes air mata jatuh dari pipinya.

Genta mengangkat wajahnya, "Semua ini bukan salah lo, jadi lo ga perlu minta maaf." Sebelah tangan Genta terangkat untuk mengusap air mata gadis itu dengan punggung tangannya, kemudian mengelus pelan pipi Via.

Setelah selesai mengobati tangan Via, Genta meninggalkan gadis itu tanpa berbicara lagi. Dan untuk kedua kalinya Via merasa seperti orang bodoh yang di tinggal sendirian dengan berbagai pertanyaan yang masih menghantui pikirannya.

***

Sesampainya Via di kelas, Della dan Alika langsung menghampiri gadis itu. "Via lo dari mana aja sih? Kita berdua cariin lo dari tadi," ucap Della dengan wajah paniknya.

"Iya tau Vi. Kita cari di UKS gaada, dikelas juga gaada terus karena kita bingung kita jadinya nungguin lo di kelas deh." Alika ikut menyahuti perkataan Della.

Seketika wajah Via kembali berubah ceria karena melihat kedua temannya yang sangat peduli terhadapnya. "Lo berdua lucu deh kalau lagi panik."

MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang