Middle (16)

811 45 3
                                    

Genta tersadar setelah sesuatu mengenai pipinya, ia pun menghentikan kegiatannya. Tangannya terulur mengusap air mata yang masih mengalir di pipi gadis itu.

Genta tersenyum, "Lo kenapa jadi suka nangis, hm?"

Via hanya menggelengkan kepalanya dengan mata yang masih tertutup. Cowok itu menarik Via kedalam pelukannya, kemudian mengelus pelan kepala Via.

"Maafin gue karena udah jahat sama lo, gue tau lo pasti bingung. Tapi gue gabisa ngejelasin ke lo kenapa gue ngelakuin itu." Tangannya masih terus mengusap pelan, "janji sama gue, kalau masalah ini udah selesai lo gaboleh jadi cengeng lagi. Okey?"

Via mengangguk pelan, kemudian gadis itu sedikit menjauh, "Seneng kan lo ngeliat gue jadi cengeng? Lo itu nyebelin banget tau gak!" Via mengambil bantal yang berada di atas kasur kemudian memukul Genta.

Genta hanya pasrah menerima dan tidak membalas, seketika ide jail terlintas di pikiran cowok itu. Tiba-tiba saja dia menarik bantal dari tangan Via dan membuangnya. Mereka pun terjatuh di lantai dengan posisi Via di atas dan Genta di bawah.

Genta kembali memeluk gadis itu, "Biarin kayak gini sebentar."

Via mau tidak mau harus menuruti, sebab jika semakin banyak ia bergerak akan semakin berbahaya menurutnya.

"Lo mau ngapain sih? Jangan macem-macem ya!"

"Pas clossing nanti lo harus nonton band gue," ucap Genta dengan tenang, seolah sedang tidak terjadi apa-apa diantara mereka.

"Gabisa, gue sibuk." Via masih terus berusaha melepas kukungan Genta dengan hati-hati, namun bukan Genta namanya jika membiarkan Via pergi begitu saja.

"Gue gamau denger penolakan, pokoknya lo harus nonton paling depan."

Via menatap mata Genta, "Oh gitu ya," lutut kakinya tergerak untuk menendang milik Genta dengan cukup kencang, hingga akhirnya cowok itu melepas pelukannya.

"Rasain tuh," Via pun berjalan keluar meninggalkan Genta yang masih merintih kesakitan di kamarnya. Untung saja ia sudah lepas dari cowok itu, jika tidak sudah dipastikan Genta akan mendengar detak jantungnya yang menggila dan keesokan harinya Genta akan meledeki dirinya.

Tak lama setelah Via kembali ke kamar, Sindi dan Arin kembali membawa peralatan yang baru dibeli.

"Eh Genta mana?" tanya Sindi selagi mengeluarkan belanjaan mereka.

"Gatau tuh, gue tadi abis dari toilet," jawab Via sekenanya sambil menggunting karton dengan senyuman tipis.

***


Hari-hari pun berlalu, setelah keajadian itu Via merasa justru ia semakin jarang berkomunikasi. Entah Via yang disibukkan dengan rapat dan persiapan malam puncak pensi, sedangkan Genta sibuk dengan basket dan band-nya. Tepat saat Via keluar ruang rapat Della dan Alika menghampiri Via dengan membawa tas nya.

"Via, ayo gece! Nanti kita ga dapet tempat loh." Della berucap dengan menggebu-gebu.

"Iya nih, gue yakin pasti kita cuma bisa liat bolanya doang." Alika ikut menimpali.

Via yang tidak mengetahui apa-apa hanya menatap kedua temannya  yang terlihat terburu-buru dengan kening berkerut, "Ada apaansih emangnya?"

MiddleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang