Yang penasaran sama model rambut Denada, ilustrasinya kira" begini:
Kurang lebihnya demikian. Sisanya boleh sesuai daya khayal masing". Bebaaasssss...
Wkwkwk
Happy reading!
oOo
“Hello, everybody. Thanks to coming. I am Lorax. I speak to the trees. And I like to say a few words, if you please....”
Aku bertumpu dagu, menatap layar laptop di mana The Lorax, salah satu film animasi dari Dr. Seuss favoritku tengah diputar.
Ada dua hal yang sering kulakukan saat suasana hatiku tidak terlalu baik. Melukis dan menonton kartun/animasi/you-name-it. Aku jarang melakukan keduanya sekaligus, kecuali tingkat stres-ku berada di level tertinggi. Meskipun untuk yang pertama sebenarnya juga kulakukan karena itu bagian dari pekerjaanku, tetap saja bentuknya berbeda.
Untuk urusan pekerjaan, aku melukis keramik. Di luar itu, adalah bentuk pelampiasan mood. Semakin gelap warna cat yang kupakai, semakin buruk suasana hatiku. Begitu pula sebaliknya.
Seharusnya saat ini aku berada di bengkel bersama para pekerjaku, mengerjakan pesanan 500 vas kecil untuk suvenir pernikahan, atau menemani Amara di toko. Tapi, yang kulakukan malah mengurung diri di ruang kerja, marathon film animasi sejak toko dibuka, belum melakukan hal produktif.
Aku makin sering galau sejak kembali single.
Satu hal lagi yang membuat mood-ku benar-benar kacau adalah karena rambut. Memiliki rambut pendek ternyata lebih mengesalkan daripada mengurus rambut panjang. Aku tidak suka tiap kali lekukan rambutku melekuk ke arah luar, bukannya ke dalam seperti seharusnya. Kesannya sangat berantakan dan tidak tertata. Demi mendapatkan penampilan yang kumau, aku harus mem-blow rambut setiap pagi.
Sangat membuang waktu, kan?
Saat rambutku masih panjang, aku hanya perlu keramas, memakai shampo dan conditioner, sesekali hair mask, dan jadwal ke salon sekali dalam satu atau dua bulan, entah untuk hair-spa atau sekadar merapikan model rambut. Dan rambutku sangat menurut, hingga tidak banyak yang perlu kulakukan agar rapi. Aku tinggal menguncirnya, semua masalah selesai.
Saat ini, menguncir rambut adalah hal terakhir yang bisa kulakukan. Aku masih sedikit menyesal sudah membabat habis rambut berhargaku.
“Kak Nada....”
Aku mendongak, melihat Amara mengintip dari celah pintu yang memang tidak kututup rapat. “Ya?”
“Aku boleh keluar bentar nggak? Cari makan siang?”
Aku melirik jam, terbalak saat melihat sudah lewat pukul dua belas. Waktu benar-benar seperti berlari saat kita melakukan hal yang tidak berguna.
“Sori, Ra. Kupikir masih jam sebelasan,” ucapku, seraya mematikan laptop. “Boleh, biar aku yang jaga toko.”
KAMU SEDANG MEMBACA
At Least Once (UNPUBLISHED TANGGAL 18-11-2023)
General FictionTentang Nada, yang coba kembali percaya cinta. Tentang Okan, yang coba menemukan pendamping hidup. Tentang takdir mereka yang bersinggungan. Tentang masa lalu yang seolah tidak mau melepaskan. *** Do not allowed to copy paste my story for any reason!