List - 11

92.4K 13.8K 637
                                    

Aku tahu Okan tidak berhenti melirikku sejak insiden aku menceploskan tentang striptease. Setelah pertemuan terakhir tempo hari, saat dia menjemput keponakannya dari tokoku, aku melihat kalau dia dan Berta seperti sudah saling kenal sebelumnya. Atau setidaknya, pernah bertemu. Aku hanya bertanya iseng saat Berta menginap di apartemenku malam itu, dan ternyata jawabannya tidak terlalu menyenangkan.

Aku tidak pernah menghakimi pekerjaan malam Berta, karena aku tahu persis alasannya. Apa yang membuatnya harus mengambil pekerjaan itu. Tapi, mengetahui kalau Okan ternyata satu dari laki-laki yang gemar menikmati pertunjukan semacam itu, sedikit membuatku kecewa.

Aku seperti dihadapkan lagi dengan reinkarnasi Remi. Jujur saja, itu sulit kuterima.

Remi juga akrab dengan dunia malam. Lebih dari sekadar 'bersahabat' dengan hal-hal itu. Aku sudah sering memberi pemakluman, mengingat pekerjaannya juga kadang berhubungan dengan yang seperti itu. Tapi ternyata rasa pengertianku saja tidak cukup untuk membuatnya setia.

Jadi, hal terakhir yang kubutuhkan sekarang adalah laki-laki yang mempunyai kebiasaan sama seperti mantan suamiku. Aku sangat tidak memerlukan Remi-Remi lain masuk ke hidupku.

"Dia nggak nikmatin kok, Nad. Malah kayak ketakutan banget pas gue godain. Gue pikir bakal pingsan. Pas gue ganti sasaran, dia langsung kabur." Itu pembelaan Berta untuk Okan, saat mengetahui aku sengaja berlama-lama membalas chat laki-laki itu setelah mendengar cerita pertemuan mereka.

"Lo pernah lihat dia ke sana lagi habis itu?" tanyaku pada Berta malam itu.

Berta menggeleng yakin. "Gue nggak mungkin lupa tampang pucatnya. Agak kelihatan bego sih dia jadinya."

Setelahnya, aku baru mau membalas chat Okan lebih cepat.

"Aku dijebak sahabatku," ujar Okan tiba-tiba.

Aku mengunyah gigitan burger yang sudah berada di mulut, meliriknya sekilas.

"Dia cuma ngajak nge-bar, nongkrong-nongkrong. Eh, tahu-tahu ada pertunjukan gitu. Sumpah, aku nggak doyan lihat begituan. Takut khilaf."

Aku tidak tahu harus marah atau tertawa karena pengakuannya itu. Setidaknya penjelasannya masih nyambung dengan pembelaan Berta. Dia memang tidak menikmati saat itu.

"Mending lihat video ya?" pancingku.

"Iya," jawabnya, kemudian langsung mengatupkan mulut dengan wajah memerah, sepertinya sadar kalau dia keceplosan. "Intinya... aku sama temen kamu yang rambut merah itu nggak ngapa-ngapain. Suer!"

Aku menyeruput soda di depanku, sebelum membalas ucapannya. "Stripper sama, sori, hooker, itu kerjaan yang beda kok. Nggak semua stripper mau dan bisa kamu ajak booking kamar. Nggak sedikit dari mereka yang pure cuma nari, nolak diajak tidur. Berta salah satunya."

Okan terdiam.

"Don't judge her," lanjutku. Entah mengapa aku merasa harus membela Berta. Aku tidak terlalu suka cara Okan menatapnya saat mengetahui kalau Berta adalah guru tari keponakannya.

Berta memang kadang bertingkah sinting, tapi dia tidak segila itu sampai mengajari anak didiknya gerakan striptease.

"Sori..." ucapnya kemudian, entah untuk apa. "Tapi, serius. Kamu harus tahu, aku nggak pernah cari hooker atau stripper."

"Kamu perjaka?"

Dia tidak langsung menjawab.

Aku seketika mengetahui jawabannya, juga tidak terlalu kaget. Remi dan Romi sudah menjadi contoh yang cukup bagiku untuk tidak berharap terlalu tinggi agar mendapatkan pasangan perjaka di Ibu Kota.

At Least Once (UNPUBLISHED TANGGAL 18-11-2023)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang