List - 16

95K 14.8K 1.2K
                                    

Gue menghentikan mobil di depan toko Nada. Pintu depan sudah terkunci. Rolling door-nya juga sudah ditutup setengah. Dari kaca yang masih terlihat, gue tahu lampu bagian toko sudah dimatiin.

Gue mengitari bangunan itu sampai ke bagian belakang, di mana ada pagar bata setinggi kepala gue yang mengelilinginya. Gue mendorong pintu kayu yang ada di sana hingga terbuka, lalu melangkah masuk. Nada ngasih tahu gue jalan ini beberapa hari lalu, waktu gue sama dia pulang makan siang dan tokonya lagi lumayan rame. Dia masuk lewat sini dan bilang gue bisa lewat sini juga kalau di depan lagi rame.

Dikasih izin gitu aja udah bikin gue seneng. Pelan-pelan, selangkah demi selangkah, tapi ada kemajuan.

Berbeda dengan keadaan di depan yang udah sepi, di belakang sini masih ada aura kehidupan. Nada dan pegawainya yang dapat tugas lembur tampak fokus dengan kerjaan masing-masing. Gue memilih duduk di bangku kayu, di samping barisan keramik yang lagi dikeringkan, membiarkan Nada menyelesaikan pekerjaannya.

Dia nggak bohong waktu bilang ini bisa kelar tengah malam.

Pukul setengah sebelas, Nada menyuruh pegawainya pulang.

"Lanjut besok pagi aja," ujarnya, saat salah satu dari mereka berkata belum selesai.

Sempat ada perdebatan kecil, tapi Nada menang. Anak-anak itu pun mau nggak mau harus menurut pulang. Mereka juga pamit sama gue, karena beberapa dari mereka juga sering gue temuin di sini jadi udah kenal sama gue, walaupun gue nggak hafal nama mereka.

Tinggal Nada yang kenalan sama pegawai gue. Nanti.

Begitu tinggal berdua, gue menghampiri Nada, yang masih serius memberi warna untuk keramiknya. Kalau bisa, gue pengin bantu. Tapi gue tahu yang ada bakal bikin kacau. Jadi gue cuma duduk di sebelah dia, membiarkan dia tetap bekerja.

"Kenapa yang lain disuruh pulang?" tanya gue.

Nada menoleh sejenak, sebelum kembali pada pekerjaannya. "Kasihan, udah capek semua kelihatannya."

"Kan dikasih jatah lembur."

Nada tersenyum kecil. "Tetep aja. Percuma dikasih jatah lembur, kalau nanti uangnya malah dipake berobat karena kurang istirahat. Aku nggak mau dituntut Menaker nanti."

Gue meringis, berasa disindir. Prinsip gue sih, selama gue sama Roman lembur, anak buah gue juga wajib lembur. Nggak ada cerita gue mendekam di kantor, mereka udah di kasur. Kecuali kalau gue lagi lembur buat nge-game, baru mereka gue bebasin pulang.

Nada kembali konsentrasi, gue juga memilih diam, nggak ganggu lagi. Masih ada sekitar sepuluh keramik yang butuh diwarnain. Mata gue menangkap meja putar yang paling dekat dengan tempat gue duduk. Ada sedikit sisa bahan di sana.

"Nad?" panggil gue.

"Hm?" balasnya, tanpa menoleh.

"Itu... boleh aku coba nggak?"

Dia mengangkat kepala, menoleh ke arah yang gue tunjuk. "Coba bikin?" tanyanya.

Gue mengangguk, menyeringai kecil.

"Boleh. Tapi jangan ganggu yang lain ya," pesannya.

At Least Once (UNPUBLISHED TANGGAL 18-11-2023)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang