CHAPTER 3

389 22 2
                                    

"Nyatanya hidupku masih jauh dari kata bahagia.

Mahatva Ramadeva"

Sudah hampir 10 menit Atta membolak-balik menu yang sedari tadi ia pegang. Dengan Deva yang duduk di seberangnya, tersenyum meminta maaf kepada pelayan yang berdiri di sebelah mejanya dengan muka jenuh setengah tersenyum.

"Buruan, Ta. Lo mesen apa?" bisik Deva di hadapan Atta.

"Oh, iya. Saya mau ayam kremesnya satu yang dada, teh esnya satu. Eh gak deh, dua. Teh esnya dua, sama tempenya satu porsi." Atta menyerahkan menunya pada pelayan sembari tersenyum.

"Satu lagi, Mas. Gpl," tambah Atta. Pelayan tersebut hanya tersenyum jengah lantas meninggalkan meja mereka.

"Mas-mas tadi kayaknya kesel deh sama lo," ujar Deva setengah berbisik pada Atta setelah pelayan tadi menghilang dari pandangannya. Mengingat tampang pelayan tadi yang nampaknya kesal dengan Atta.

"Kenapa?" Atta menarik seluruh rambutnya ke belakang dan menjepitnya dengan jedai, merasa tidak ada yang salah dari dirinya.

"Lo kelamaan, mesen segitu aja sampe berapa menit tadi tuh gue itung," ujarnya dengan nada rendah.

"Bodo amat. Yang penting gue makan," sahutnya ringan. Deva mengembuskan napasnya, paham akan sifat Atta yang begitu.

Atta menghidupkan ponselnya yang sedari tadi ia matikan, memeriksa notifnya. Tidak ada, lalu mematikan ponselnya kembali dan meletakkannya di atas meja dengan perasaan kecewa.

"Kenapa, Ta?" tanya Deva yang menyadari perubahan air muka Atta.

Atta menggeleng sembari tersenyum kecil. "Gak. Gak apa-apa."

Deva memandang lama gadis yang ada di depannya, meyakinkan bahwa ia baik-baik saja. Namun hati Deva merasa lain. Ia merasa bahwa Atta tidak dalam kondisi yang baik. Maka dari itu ia hanya menghela napasnya pelan setelah melihat Atta kembali lagi.

Atta tak bersuara, begitu juga Deva. Atta yang sibuk memainkan kotak tisu yang ada di pegangannya, sementara Deva entah mengapa tiba-tiba memikirkan sesuatu. Sesuatu yang terlintas begitu saja di benaknya. Ia mulai sibuk memikirkan itu. Lantas setelahnya ia merasa gelisah. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Ia takut. Takut jika ia tahu bahwa gadis yang ada di hadapannya saat ini ternyata sudah milik laki-laki lain.

"Ehm ... Ta," panggil Deva reflek. Sementara yang merasa dipanggil hanya mengangkat kepalanya seraya bergumam mengiyakan.

"Maap nih ya, gue nanya gini," ucap Deva lagi. Atta mulai menaikan alisnya bingung.

"Lo jalan sama gue gini, gak ada yang marah, kan?" tanya Deva pelan.

Mendengar itu, Atta hanya tertegun, menelan salivanya, lantas tertawa kencang tanpa peduli orang sekitar.

"Anjir hahaha. Emang ada yang mau sama cewek aneh begini?" Tawa Atta masih mengisi ruang di sekitarnya. Deva meringis pelan, merutuki dirinya sendiri.

Cowok bertubuh jangkung itu menarik ujung lengan seragam Atta dengan tatapan memelas karena malu, "udah kali ketawanya. Malu sama orang-orang."

Beautiful DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang