CHAPTER 4

420 24 1
                                    

"Somedays I feel broke inside but I won't admit.

Deva & Atta"

5 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi, namun batang hidung gadis itu pun tak kunjung terlihat oleh Deva. Perlahan timbun rasa cemas dalam dirinya, apakah Atta memang terbiasa datang terlambat? Namun pikirannya teralihkan dengan memori ketika hari pertama ia datang ke sekolah ini. Pada saat itu Atta tengah tertidur meskipun matahari baru merangkak dari tempat peristirahatannya. Dilihat dari gelagatnya, kemungkinan Atta datang awal ke sekolah.

Lantas ia teringat bayang-bayang kejadian semalam. Apa karena itu?

Deva menggeleng. Tidak mungkin hanya karena itu Atta memilih untuk absen dari sekolah. Atta sakit? Deva menggeleng lagi. Kondisi Atta kemarin bisa dikatakan jauh dari kata sakit. Lalu Deva berpikir lagi, dan pertanyaan pertama kembali terlintas di benaknya.

Apa karena itu?

Entah mengapa hatinya mengatakan ya. Hatinya mampu meyakinkan otak Deva, bahwa alasan ketidakhadiran gadis itu karena kejadian semalam. Tapi kenapa?

Deva tak mampu berpikir lagi. Maka dari itu ketika bel masuk berbunyi, ia memilih beranjak dari bangkunya dan keluar kelas sembari membawa tasnya.

"Eh, entar kalo guru nanya gue kemana, bilang aja gue tiba-tiba mules. Gue sakit. Bilang gitu, ya. Makasih," lantas tubuhnya menghilang di balik pintu usai menyampaikan amanat pada teman kelasnya. Sementara itu yang diamanatkan hanya tertegun mendengar rentetan omongan Deva.

🐣🐣🐣

"Mau kemana kamu?"

"Saya tiba-tiba mules, Pak. Perut saya gak enak banget, gak bisa diajak kerja sama."

Deva yang kini tengah duduk di bangku pengemudi membuka penuh jendela mobilnya hanya untuk meladeni satpam sekolahnya. Pria paruh baya itu segera menghadang mobil Deva ketika didapatinya mobil hitam itu akan berbelok melewati gerbang sekolah yang kebetulan masih terbuka lebar. Kali ini Deva harus bisa berakting.

"Bohong kali, nih?"

"Bener, Pak. Saya gak boong." sahut cowok itu dengan raut wajahnya yang sengaja dibuat-buat.

"Mana surat izinnya?"

"A-anu ... Pak," Deva gelagapan. Diputarnya otak untuk mencari cara agar lolos dari pria itu.

"Anu apa? Ketauan bohong, kan." Satpam itu tersenyum puas mendapati bahwa siswa yang ada di depannya tengah berbohong.

"Bukan gitu, Pak. Ah udah, ya, saya izin!" dengan sekali gerakan Deva menaikan gigi mobil lantas menginjak pedal gas, tergesa-gesa menjalankan mobilnya sembari melewati satpam itu.

"Eh! Jangan kabur!" teriak satpam. Aksinya yang menunjuk-nunjuk mobil Deva mengundang pandangan orang sekitar. Namun sayang, mobil Deva sudah melaju menjauhi lingkungan sekolah.

Deva memelankan kecepatan mobilnya setelah ia rasa sudah cukup jauh dari sekolah. Ia menghela napasnya lelah, bersyukur bisa lolos dari satpam itu. Ia tidak peduli pada resiko perbuatannya tadi. Yang ia pedulikan hanya satu, Atta. Deva benar-benar mengkhawatirkan gadis itu, lebih dari mengkhawatirkan dirinya sendiri.

Beautiful DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang