EPILOG

566 14 2
                                    

EPILOG

Hari itu Jayantara diramaikan oleh anak kelas 12 yang tengah berbahagia lantaran dinyatakan lulus. Mereka semua sedang sibuk mencorat-coret baju seragam masing-masing. Menghiasinya dengan berbagai macam tanda tangan dan warna-warni lainnya.

Dan dari ratusan seragam yang sudah berwarna, hanya tersisa 2 seragam yang masih putih seputih salju. Atta dan Deva, dua insan yang lebih memilih mengasingkan diri ke rooftop sekolah.

Deva melemparkan pandangannya ke bawah dengan tangan yang ia masukkan ke saku celana. Sementara gadisnya berada tak jauh darinya. Sibuk sendiri dengan spidolnya.

"Lo gak mau kayak mereka, Ta?" tanya Deva tanpa melepaskan pandangannya.

Atta mendecih. "Gak, ah. Gue maunya beda."

"Maksudnya?" Deva menolehkan kepalanya dengan tatapan bingung.

"Kita tetep bakal coret-coret. Tapi bukan di baju." Setelah itu Atta berjalan menghampiri Deva dengan spidol di tangan kanannya. "Lebih tepatnya di muka. Biar lebih wow."

Deva hanya menaikan kedua alisnya bingung lantaran Atta yang tiba-tiba meraih wajahnya.

"Lo mau ngapain?" tanyanya curiga. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menahan pergelangan tangan Atta.

"Nyoret muka lo, lah! Harus cowok yang duluan." Atta menggeliatkan tangannya lantas mulai menghiasi wajah laki-laki itu.

"Jangan yang aneh-aneh, Ta. Awas aja lo," ancam Deva ketika ingat bahwa Atta tipikal orang yang jahilnya kelewatan.

"Gak, tenang aja lo. Muka lo bakal jadi mahakarya yang paling istimewa pokoknya."

Deva mendecih pelan. Setelah itu ia tak membuka suara, membiarkan Atta melanjutkan aktivitasnya.

Selang beberapa detik kemudian, Atta selesai. Gadis itu menjauhkan dirinya, memandangi wajah Deva sekali lagi. Lantas tawanya meledak di udara tanpa bisa ia tahan. Atta merunduk, merasakan perutnya yang sakit karena terlalu keras tertawa.

"Kenapa lo?" tanya Deva bingung setengah curiga. Sementara yang ditanya masih saja tertawa.

"Muka lo serem banget, njir! Fix bakal kebawa mimpi hahaha." Sekali lagi tawa gadis itu menghambur di udara.

"Apaan, sih?" Penasaran, akhirnya Deva meraih ponselnya yang ada di dalam saku celananya. Setelah melihat pantulan dirinya dari front camera, barulah ia mengerti terhadap bahan tertawaan Atta.

Kedua kelopak mata serta kantung matanya diwarnai hitam seluruhnya oleh perempuan itu. Begitu saja, tanpa coretan lain. Tapi hasilnya sungguh diluar dugaan. Deva terlihat seperti orang aneh.

"Lo apain muka tampan gue? Hah?" Deva mengalihkan tatapannya pada Atta, menuntut penjelasan darinya.

Atta tertawa. "Mampus lo! Gue baru nyadar ini spidol permanen. Tunggu aja, entar malam lo transformasi jadi pocong hahaha."

Shit.

"Balas dendam, gak mau tahu!"

Deva menggeram pelan lantar berlari menuju Atta. Mencoba meraih gadis itu untuk membalas perlakuannya. Atta berlari menghindari cowok itu. Dengan tawanya yang ceria, mampu membuat Deva turut mengurai senyumnya.

Beautiful DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang