CHAPTER 19

228 8 0
                                    

"Matahari yang dulu selalu menyinariku, perlahan menghilang. Menyisakan kelam yang membekas di hati. Bukanlah itu terlalu menyakitkan?

Attaviya Andhita"

Hari terus berganti, namun sifat Deva tak kunjung berubah. Laki-laki berperawakan dingin itu seolah menjadi semakin dingin. Bahkan dinginnya sanggup menusuk jantung gadis mungil itu.

Dulu sedekat nadi, kini sejauh matahari. Raga Deva masih di dekatnya, namun nyatanya sulit sekali untuk menjangkau kembali laki-laki itu.

Atta tersenyum getir, ketika melihat Deva tersenyum lebar di beberapa meja seberangnya. Bersama Intan. Bahkan senyum itu sudah tak laki diperuntukkan baginya. Membuat sebagian hati Atta tercungkil belati panas.

Setelah apa yang dilakukan Deva padanya, mereka menjadi semakin renggang. Atta sudah berusaha berbicara, namun cowok berambut medium itu seakan membentengi diri. Membuat Atta hampir menyerah untuk menghancurkan pertahanan itu.

Atta menyeruput minumannya lama, matanya sesekali melirik dua insan di meja dekat gerobak bakso. Dan ketika matanya beradu dengan manik mata Deva, cowok itu segera membuang pandangannya. Membuat Atta mendesis pelan.

Raganya di sini, tapi pikirannya melayang entah kemana. Mungkin mencari jawaban atas semua yang terjadi belakangan ini? Entahlah. Bahkan Atta saja tak mengerti.

"Hello?"

Tiba-tiba saja sebuah telapak tangan melambai-lambai di depan wajahnya, seakan menghalangi apa yang tengah di pandanginya.

Pikirannya yang sedang melayang, hambur di udara seketika.

Atta tersadar, buru-buru menoleh ke arah pemiliknya. Secercah senyumnya terbit ketika ia tahu bahwa sosok itu adalah Alghi.

"Bengong mulu, entar kesambet." Alghi terkekeh lantas menarik kursi di seberang Atta.

"Gue kepo deh, kalau gue kesambet bakal jadi gimana," Atta memicingkan matanya. Mulai berandai-andai, yang langsung disambut desisan panjang dari cowok berjambul itu.

"Suka aneh," dengus Alghi. Ia lantas melemparkan pandangannya pada pesanan Atta. "Lo gak makan? Minum doang?"

"Lagi gak nafsu," tandas Atta diselingi senyum tipisnya. Sampai-sampai Alghi mengira bahwa itu bukanlah sebuah senyuman.

"Sok-sokan gak nafsu. Giliran makan aja seabrek."

Gadis berponi samping itu tertawa pelan, tak menyangkal ucapan Alghi. "Yap, poin lo nambah. Gue emang makan banyak."

Dan percakapan itu mengalir, meskipun sesekali arah pandangan Atta bergeser pada Deva yang duduk di sana. Namun sekuat hati ia abaikan semua itu. Berusaha untuk tetap fokus pada Alghi yang ada di depannya.

Namun Atta tak dapat menahan diri lagi ketika pandangannya jatuh pada Deva, dan laki-laki itu justru terlihat menarik ujung hidung Intan. Membuat hatinya panas seketika, dan mungkit sebentar lagi akan hancur berkeping-keping.

Susah payah ia telan salivanya, mencoba untuk tersenyum meskipun susah. Alghi yang menyadari akan perubahan itu mulai mengerutkan alisnya. Lantas ketika ia menolehkan kepalanya ke belakang mencoba mencari sumbernya, barulah ia mengerti.

Beautiful DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang