CHAPTER 17

275 13 0
                                    

"Aku tak bisa melepaskanmu, tidak untuk saat ini. Hingga mungkin tiba saatnya, dan kau yang justru meninggalkanku.

Mahatva Ramadeva"

Atta menjatuhkan kepalanya di atas meja, tak kuat lagi dengan segala ucapan yang dijelaskan oleh Bu Husna selaku guru agama mereka. Bukannya tak suka, guru itu hanya mengucapkan apa yang telah tertulis di buku paket.

Bukannya hanya membuang-buang waktu?

Deva menoleh pada Atta lantas menguap panjang. Menunjukkan bahwa dirinya juga merasakan hal yang sama seperti Atta. Jenuh.

Diliriknya jam yang melingkar di tangan kirinya, Deva lalu berdecak pelan. "3 menit lagi, tapi berasa lama, ya."

"Ini yang buat gue gak suka sama Bu Husna. Bertele-tele," komentar Atta lantas menegakkan kembali badannya.

Deva terkekeh. "Lo mah semua guru gak suka." Cowok itu menutup bukunya, mengambil ancang-ancang jika saja bel istirahat berbunyi.

"Gue gak suka karena emang ada alesannya," ujar Atta membela diri. Ia pun ikut membereskan bukunya, padalah apa yang diucapkan Bu Husna sama sekali belum selesai.

Dan ketika bel istrihat berdering panjang, barulah ocehan itu berhenti. Bukan karena ingin, melainkan karena kelas yang tiba-tiba menjadi ribut. Membuat guru itu kewalahan mengambil alih kembali seisi kelas.

Setelah pesan-pesan mengenai materi pembelajaran disampaikan sebagai penutup, barulah Bu Husna benar-benar meninggalkan kelas itu. Membuat wajah Atta yang tadinya muram berubah cerah seketika.

"Dev, seperti biasa," ajaknya pada teman sebangkunya itu. Deva yang mengerti maksud Atta—jajan di kantin—mengangguk mengiyakan.

Gadis itu bergegas menuju pintu depan, berjalan mendahului Deva karena perutnya benar-benar tak bisa menahan suara cacing yang berteriak meminta makan.

"Ta! Tunggu!" pekik Deva setengah tertahan ketika mengetahui bahwa gadis yang kini rambutnya diurai itu telah berjalan mendahuluinya.

Buru-buru ia raih ponselnya di loker lantas bergegas mengejar gadis itu. Namun ketika langkahnya tiba di ambang pintu, ia menghentikan dirinya. Tercenung beberapa saat. Ketika sadar, emosinya langsung tersulut.

Bagaimana tidak, melihat kini Alghi sudah berbincang-bincang dengan Atta depan di koridor kelasnya. Membuatnya bertanya-tanya, kenapa Alghi di sini?

Deva menetralkan ekspresi wajahnya lantas berjalan mendekati mereka. Atta yang sadar jika Deva ikut bergabung, langsung menoleh. Setengah kaget karena ia mengira bahwa Deva memilih ke kantin duluan.

"Dev?"

Deva mengulum bibirnya sembari mengangkat alisnya. Setelah itu ia menoleh Alghi, mengulas senyum miringnya sambil meneliti.

"Lo ngapain di sini?" Ada nada tak suka di dalamnya.

Alghi tertawa pelan, membuat dada Deva mulai bergemuruh, menahan agar emosinya tak bergejolak. "Gue mau ngajak Atta ke kantin."

Deva mengangkat sebelah alisnya, lantas menggeser pandangannya pada Atta meminta penjelasan.

"Iya, dia ngajak gue ke kantin," ujar Atta membetulkan. Entah mengapa, Atta merasa jika air muka Deva berubah ketika berjumpa dengan Alghi. Apa mereka ada masalah?

Beautiful DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang