[twelve]

4.2K 310 14
                                    

Berselang selama satu setengah hari, penampilan Bianca berubah. Hanya sepersekian derajat. Enam puluh, mungkin. Perombakan penampilan dikarenakan Gladys tak suka dengan gaya istri Joshua Elbinso—Golden.

Gaun masih mini, tetapi gaya norak menghilang. Seksi, tetapi tak murahan. Bahkah Lovely kagum dengan style baru Bianca. Ibunya itu menampilkan keseluruhan di mana dia terpaksa menerima. Toh, tak ada salahnya untuk berubah.

"Mommy cantik." Lovely bertepuk tangan. "Daddy pasti terpesona lihat Mommy."

"Mana mungkin." Lengan telanjang walau memakai t-shirt, takkan ada yang bisa mengalahkan kecantikan Bianca kini natural. Alat-alat make up masih tetap tertata rapi di meja rias. "Sekali lihat, bisa jadi aku ditampar dan ditendang," gerutunya.

Lovely terkikik. "Mommy suka berprasangka buruk terus sama Daddy."

Bangkit, Bianca lantas mengangkat bahu. Sesekali menelisik seluruh badan dibalut pakaian baru. Timbul tenggelam, ada rasa menggelayut. Asing, tetapi yang nyaman telah kembali. Seakan ini memang khas dirinya yang dulu.

"Bagus juga." Bianca memuji penampilannya. "Tidak ada salahnya mencoba."

"Ah, Mom, bel berbunyi. Ada tamu, ya?" Lovely bertanya setelah mendengar suara familier di luar. Dering bel menandakan tamu di sore hari—tanpa Joshua yang belum pulang dari kerja. "Aku buka, ya?"

Ulur tangan mengadang tubuh depan si kecil di mana hendak bergerak, bergantian dengan Bianca tatkala mengutarakan niat. Tindakan otomatis adalah jawaban bahwa dialah yang harus membuka pintu.

***

"Hai."

Sekilas Bianca terkesiap dan tertegun. Kemunculan penyebab kegelisahan selama dua hari, seperti perkiraan ibu Joshua. Datangnya sepupu Joshua pasti bikin rencana disusun mesti terurai begitu saja.

Lambaian ditambah semringah manis dilayangkan sepupu Joshua, bikin Bianca mendesah panjang. Seandainya bisa memutar waktu, dia pasti ikut menolak kehadiran wanita ini, biar saja menginap di kediaman Elbinso sejenak, sebelum kembali melanjutkan rutinitas di luar negeri.

"Ya," balas Bianca malas. "Mau apa ke sini?"

"Kenapa ditekuk mukanya? Tidak suka aku ke sini?" Maria berkacak pinggang.

Bianca memijat pelipis, mendesah lagi. "Tempatmu bukan di sini, right? Tempatmu di mansion Elbinso. Kami tidak berniat menampungmu."

Mendelik tajam, Maria menerobos masuk hingga menabrak pundak Bianca keras. "Tidak baik menghalang-halangi tamu masuk. Selain Joshua, kamu bukan tuan rumah. Hm, apartemen yang lumayan."

Maria meletakkan koper besarnya ke sisi sofa, menghamburkan diri untuk mendudukkan bokongnya ke sofa. Kain halus diraba membuat Maria menilai tempat ini tak buruk.

"Interiornya bagus walau terkesan sederhana. Padahal Josh itu kaya, tapi tetap saja mengemis gaji ke Edward. Apa gunanya tinggal di tempat ini? Lumayan, tapi kecil."

Komentar inilah dari dulu ingin diucapkan Bianca. Menilai apartemen Joshua hanya biasa-biasa saja. Perabotan sedikit dan dapur terlihat kecil di mata. Kamar bagus hanya dua. Namun, Bianca hanya sekadar mendapat kamar pembantu seukuran gudang yang tak layak pakai.

Kini, komentar pedas itu telah mengutarakan. Pendapat penuh kritis, seolah sering menemukan apartemen lebih mewah daripada kediaman Joshua.

Bianca bersedekap. "Jika memang kamu hanya mengkritik, cari apartemen lain. Bukannya kamu cukup kaya. Atau kekurangan uang, makanya mengemis tempat tinggal pada Joshua?"

Kepala itu menoleh, memberi Bianca sorot mata membunuh. "Ada alasan apa kamu seenaknya berbicara dengan wanita bangsawan, he?"

"Bangsawan?" Rasanya Bianca tertawa keras-keras. Namun, dia hanya mengulum bibir. "Kalau kamu bangsawan, cari tempat mewah. Ada mansion Elbinso di kota ini. Bila mau, temukan kolong jembatan dan buat istana megah di situ biar kamu sering dipuji orang."

Golden Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang