[fifteen]

4.6K 350 7
                                    

Ingatan mengenai kejadian semalam, bikin Joshua terlarut dalam pemikirannya. Dia juga tak tahu apa yang dilakukan Bianca usai bolak-balik ke kamar belakang, kamarnya dan kamar Lovely. Dengan benda dibawanya.

Perilaku Maria sangat manis di awal mula, semasa kecil, selain Bianca. Mengira itu tulus. Ternyata hanya bualan karena irinya seorang Maria. Sempurna, tetapi keji di dalam. Menampakkan kepedulian tinggi, tetapi penuh sarat kelicikan tak terbatas.

Anak kecil tahu apa arti licik.

Kecuali, perbuatan itu diturunkan oleh pamannya. Ayah Maria sendiri.

Sifat Bianca memang sangat baik hati sedari dulu karena didikan ibu dan ayahnya. Kemanjaan hanya kekurangan. Itu lebih baik, bukan? Karena kemarahan Bianca hanya terpusat isi curahan hati dan membeberkannya ke Joshua. Sementara Maria, kata bibinya, Maria menghancurkan sebagian barang-barangnya.

Berapa banyak uang dikeluarkan kedua orangtua Maria demi memenuhi keinginan anaknya?

Padahal barang-barang antara dibakar, dibanting, dilempar dan dijadikan senjata paling mematikan.

Ingatan itu terlintas jelas di otak Joshua. Hatinya berkata, Maria mengalami kelainan. Akibat perasaan buruk maupun prasangka.

Sekaligus tambahan dari bibir bibinya di telepon saat Joshua memutuskan berbicara tentang Maria. Pernyataan bibinya bikin Joshua syok dan entah harus melakukan apa.

"Daddy?"

Lamunan Joshua lenyap dan kembali kenyataan. Pria itu menoleh ke arah Lovely yang kebingungan tentang sikapnya. Selama setengah jam, Joshua tak bisa tidur. Kegiatannya tetap tertuju sepenggal ingatan masa lalu.

"Melamun, ya?" Lovely terkikik. "Wajah Daddy seperti ini," kata Lovely memeragakan gestur muka Joshua sedikit datar dan tertekuk. "Banyak ekspresinya."

Mencium puncak kepala Lovely sebagai balasan. "Anak Daddy semakin hebat ya, tahu aktivitas Daddy. Di mana Bianca, Love?"

"Hm." Lovely terlihat berpikir. "Tadi minta aku bantu Mommy bikin sandwich buat Aunt Maria. Sepertinya Mommy belum balik dari kamar Aunt."

Penasaran, Joshua bangkit. Namun, terhenti saat Bianca menatapnya datar. Sungguh, Joshua merasa mengecil di hadapan istrinya. Wanita dikiranya telah berbeda, kini menjadi wanita kuat dan tak lemah.

Semua benar-benar terputar balik.

"Di mana dirimu yang sering berbicara kasar padaku?" Bianca bersedekap. "Melihatmu seperti ini, seperti mengenang waktu kita kecil. Manis, penurut dan selalu mendengar curahan hatiku."

Memerah, Joshua memasang muka garang untuk menyembunyikan ekspresinya. "Diamlah, wanita. Cepatlah siapkan sarapan. Aku lapar bukan memandangku seolah menyindirku."

"Apa?" Bianca menjulurkan telinga, berharap pendengarannya efektif. "Barusan kamu bilang menyiapkan sarapan?" Seringai ejekan terlukis seraya melipat tangan di depan dada. "Hei, kamu duduk di meja makan dengan sarapan pagi telah tersedia. Buat apa Lovely capek-capek menyadarkanmu di kala melamun terus?"

Tertegun, Joshua menengok ke arah meja makan. Benar kata Bianca, sarapan telah tersedia. Rapi dan menyediakan aroma harum. Ada secangkir teh hangat sebagai pelengkap.

Memerah lagi, Joshua menunduk dan duduk sekali terjang. Hingga terdengar bunyi keras. Bianca dan Lovely memerhatikan itu saling terkekeh. Untung saja, Joshua tak dengar. Jika tidak, pasti dia berteriak.

***

"Dasar wanita kamu, Bee!"

"Ah, aku memang wanita. Terlahir sebagai wanita," balas Bianca seraya memotong wortel. "Daripada kamu. Terlahir wanita, tapi tidak bisa menjaga diri sebagai wanita."

Golden Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang