[two]

6.3K 398 6
                                    

"Josh, kenapa tidak tinggal bersama kami?"

Mom menghentikan Joshua yang berniat meninggalkan mansion. Mengepak pakaian-pakaian tak terlalu banyak ke dalam koper. Cuek terhadap memelas sang ibu.

Mom melirik Bianca sedang duduk di pinggir ranjang, sembari mengerucutkan bibir dan mengamati pola tindakan Joshua asyik bersibuk ria. Ingin membantah dan mengadang sikap Joshua seenak pergi, tetapi Bianca selalu ciut di hadapannya.

"Josh, kasihan Bianca pasti tidak nyaman tinggal bersamamu di apartemen. Lihat mukanya, dia terlihat kesal," ujar Mom berharap penyebutan nama Bianca memberi keuntungan.

Mendengar namanya disebut, Bianca merapikan gaya duduk dan tersenyum sedih. Kepala Joshua terangkat sedikit dan berkerut kening. Menghela napas, Joshua menutup koper.

"Mom, dia tidak akan sedih bila bersamaku." Bianca menganga. Joshua tersenyum tipis. "Biarkanlah aku pergi. Kalau ada waktu luang, aku pastikan mengunjungi dirimu dan Dad."

Bibir Bianca maju lima senti. Gagal sudah muka sedihnya. Bianca menyangka mampu melunakkan hati Joshua lewat kalimat ibunya, tetapi hancur seketika. Bianca pula berharap banget, apartemen itu pasti mewah dan mampu menyandang hidupnya serba tak kekurangan.

Mendekat, Bianca memeluk Mom dari samping. "Mom jangan khawatir. Kalau kami berkunjung nanti, kami pasti tinggal berlama-lama. Sekitar sebulanan. Sebentar lagi 'kan, libur."

Bergantian, kali ini Joshua menganga. Sebulan mereka bakal menginap di mansion Elbinso. Perkataan Bianca membuat raut Mom bahagia bukan kepalang. Joshua jadi mati kutu.

"Benar ya, Sayang. Mom tidak sabar menunggu hari itu," kata Mom riang.

Dalam pelukan hangat, di senyuman lebar, sekilas Bianca menjulurkan lidah seakan meledek Joshua yang mematung. Pria itu meringis dalam hati. Terasa ingin meremukkan wanita seminggu dinikahinya di depan Tuhan.

***

Wanita baru saja menutup pintu tempat tinggal di apartemen, membalikkan badan. Dia terhenyak sejenak kala memandang pria merupakan asisten bos sekaligus sahabat, menekan benda berupa kunci masuk. Di samping sahabatnya, ada wanita bikin dia naik darah.

"Bianca Aurora!"

Bianca terlonjak kaget panggilan dari sebelah pintu ini. Dia menoleh. Langsung memasang muka kaget plus melongo. Tak mungkin ada wanita paling mengerikan berada di sini.

"Agnes, kamu mau pergi?" tanya Joshua usai menekan password, lalu membuka pintu. "Kenapa mukamu begitu?"

Jari lentik berupa telunjuk dihiasi kuku bersih, Agnes menunjuk Bianca yang bersembunyi di belakang Joshua. "Kenapa dia di sini?"

Membuang napas, Joshua menjawab, "dia istriku. Sepantas-pantasnya kamu bertanya, dia berhak di sini. Karena dia tinggal di sini bersamaku. Selamanya."

"Ambigu," ucap Agnes berkacak pinggang. "Selamanya, ya." Agnes berjalan dan menatap intens Bianca saat melewatinya. "Bertahan terus, ya."

Deg.

Jantung Bianca berdetak kencang. Hanya sekali. Barusan. Dengan ucapan Agnes yang bisa meruntuhkan ego istri Joshua.

"Sampai kapan kamu bertahan di depan pintu, he?!"

Teguran serta bentakan membuat Bianca mencelos. Segera masuk serta muka cemberut maksimal.

"Punya suami payah, main bentak pula. Manis sedikit, kek."

***

Iris mata Joshua menajam saat Bianca bagaikan perempuan baru datang di tempat asing. Sederhana, pula. Bagaimana tidak, kebanyakan furniture di mana-mana, berbeda dengan kamarnya delapan jam yang lalu ditinggalkan.

Golden Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang