[seventeen]

5K 371 13
                                    

Media: Mansion Elbinso

Subuh adalah pagi hari paling matang buat menyegarkan badan dan menebar sensasi berupa kebahagiaan tak terbatas. Aroma kuat dari udara subuh membuat Bianca segera bangun setelah membuka mata beberapa saat.

Meregangkan badan agak pegal akibat aktivitas semalam, Bianca menjulurkan kaki keluar dari balik selimut. Sehingga menampakkan paha mulus serta perut dan dada tak tertutup apa pun.

Muka Bianca merona, bergegas ke kamar mandi sebelum tertangkap sepasang mata masih terkatup rapat. Sebagai istri yang baik, permulaan di hari ini adalah pertanda awal bahwa hubungan mereka kembali ke titik nol.

Di dalam kamar mandi, Bianca terus menerus semringah. Gestur badan kegelian disebabkan panca rona jengah. Seakan Bianca masih ingin melakukan lagi.

Namun demikian, di balik lintasan aktivitas sepasang suami istri, wanita itu tak lupa akan kehadiran sepupu Joshua. Maria Elbinso.

"Apa dia sudah mati, ya?" tanyanya tanpa merasa bersalah.

***

"Mommy!"

Bau dari dupa tak terasakan semenjak melangkah ke ruang tamu maupun keluarga. Tidak ada tanda-tanda bau-bau tak sedap memenuhi ruangan. Entah ke mana aroma tersebut.

Pikiran itu terpotong saat terdengar sumber suara khas dari anak mereka satu-satunya. Pun, seorang anak kecil selalu menemaninya selama seminggu di Paris. Anak kecil sering dimimpikannya.

"Lovely sudah bangun?" Bianca merentang tangan, membiarkan Lovely berlari ke arahnya dan menuju dekapan lembut. "Hm ... harum banget."

Sejak semalam—jalan-jalan bersama Lovely, Bianca tak lagi memanggil Lovely dengan sebutan "kamu". Kini, dia memanggil dengan nama Lovely. Untuk Love, hanya Joshua mampu menyebut.

"Aku sudah mandi." Lovely menghirup rambut Bianca agak basah. "Mommy juga harum. Mommy pakai shampoo apa?"

"Ada saja." Bianca mengedip jail.

Gemas, Lovely memerangkap dirinya di dekapan hangat Bianca. Tak sanggup menutup rasa geli karena Bianca mengiseng Lovely.

Batuk berdahak merusak suasana pelukan haru. Tahu suara familier, Bianca mendelik tajam pada sesosok wanita—sepertinya belum sadar soal perilaku akhir-akhir ini—tengah berdiri.

Bianca berdecak. "Kukira kamu telah mati karena mencium aroma dupa."

Geram, Maria mengentakkan kaki. "Mati hanya di dalam otakmu! Aku masih bisa bernapas sampai sekarang!"

"Tidak usah teriak-teriak. Aku tidak tuli."

Melewati Bianca sedang mengelus rambut Lovely, Maria sempat dihadang sebuah tangan mencekal lengannya. Sontak, Maria menoleh dan siap memarahi.

Istri Joshua mengangkat kedua tangan ke atas, mengedik bahu acuh tak acuh. Akhirnya membuat Bianca menyengir ke arah anak perempuan sedang menggenggam lengan Maria.

Beralih ke tangannya dicekal, Maria memelotot minta protes. "Maksudmu apa ini?"

"Manusia tidak berperasaan," gumam Bianca mendapat pelototan bengis dari Maria. "Waa ... kamu dengar aku bicara apa? Hebat!" pujinya terdengar tulus.

Tak peduli komenan Bianca, Maria menatap Lovely yang tersenyum tulus ke arahnya. Alis Maria bertaut bingung.

"Aunt, are you okay? Semalam bisa tidur?"

Nada itu terkesan khawatir di pendengaran Bianca. Kagum dengan keberanian Lovely setelah banyak sekali hujatan-hujatan dari bibir Maria. Sementara Maria, mendengar pertanyaan seakan menodongnya supaya dipermalukan di depan Bianca.

Golden Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang