"Lang! Lang! sepedanya si Ibob tuh!"
Langga menoleh ke belakang, menatap Fakih aneh. Cowok itu berdiri di belakangnya sambil menunjuk ke arah parkiran sepeda.
"Ibob siapa?" tanya Bianca yang berdiri di samping Langga.
"Bobi," sahut Fikran.
Rian tertawa. "Kampret ya lo main ganti-ganti nama orang aja."
"Bodo! Lagian gue kesel sama dia, gara-gara dia gue jadi dihukum Bu Tuti. Udah ayo samperin sepeda buluknya si Ibob!" Fakih berlari ke arah parkiran sepeda dengan semangat diikuti Rian dan Fikran.
Langga terkekeh, berjalan cepat menghampiri mereka. Sepertinya ini akan menjadi hal yang mengasyikan menurutnya. Parkiran sepeda siang itu tidak ramai karena memang sebagian murid lebih memilih mengutamakan gengsi, sebagian murid banyaknya memilih membawa kendaraan motor atau mobil.
Langkah Langga terhenti di hadapan sepeda berwarna pink, cowok itu menatap ketiga temannya yang sedang berdiskusi, bingung. Pasalnya secupu apapun Bobi tapi masa iya cowok itu memakai sepeda berwarna pink? Belum lagi ada keranjang yang bertengger di depan sepeda. "Eh, Kih, lo yakin sepeda ini punya si Bobi?"
Fakih mengangguk. "Yakin lah, Lang, tadi pagi gue liat si Bobi dorong nih sepeda sampe parkiran."
"Gue juga," timpal Fikran.
Rian di tempat juga sama bingungnya kayak Langga. "Tapi masa si Ibob pake sepeda pink sih? Dia cupu tapi nggak lekong, Kih."
Fakih berdecak. "Udah deh, gue yakin ini sepedanya si Ibob!" serunya lalu melepas standar sepeda pink itu. "Cepet bantuin gue buat iket nih sepeda di pohon!"
Dengan semangat Rian dan Fikran naik ke atas pohon, sedangkan Langga dan Fakih mengangkat sepeda itu. Langga menoleh sebentar ke belakang mencari apapun yang bisa mengikat sepeda itu, lalu matanya menangkap tali yang berada di dekat tempat sampah. Dia menyuruh Bianca mengambil tali itu, dengan gesit Bianca mengambil tali dan langsung memberikannya pada Langga.
"Cepet, cepet, iket! Keburu orangnya dateng," seru Langga.
"Iye bentar Lang, ini susah begok!" sahut Rian sambil memutar tali beberapa kali pada sepeda itu agar lebih kuat dibantu oleh Fikran.
"Woy! Gila ya lo semua! Terniat!" seru Alden yang datang menghampiri mereka bersama Nadira. Memang tadi Nadira meminta Alden untuk menemaninya membereskan ruang OSIS yang sedikit berantakan, awalnya Alden menolak mentah-mentah namun Nadira tau apa yang membuat cowok itu luluh, jawabannya es krim. Akhirnya demi es krim pun Alden mau.
"Eh, itu sepeda siapa?" tanya Nadira.
"Sepedanya si Bobi," jawab Bianca.
Alden mengernyit. "Ah, bercanda lo, Bi. Masa Bobi pake sepeda pink?"
Bianca mengedikan bahu. "Kata si kembar sih gitu."
Nadira tertawa. "Hahaha, woy! Buruan si Bobi on the way sini!" serunya membuat aktivitas empat cowok yang sedang sibuk itu terhenti dan langsung menoleh ke Nadira, menatap bingung.
Pasalnya Nadira orangnya sedikit cuek, apapun yang dilakukan Langga dan teman-temannya perihal bully atau kejahilan Nadira kadang tidak mengizinkan dan malah menentang perilaku teman-temannya. Itu jika yang dilakukan sudah kelewatan. Tapi, saat ini adalah jahil yang kelewatan dan Nadira tiba-tiba mendukung, hal itu sontak membuat mereka bingung.
"Tumben?" Langga menaikan sebelah alisnya.
Nadira berdecak. "Gue kesel sama Bobi, makanya gue dukung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nepenthe
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Berawal dari Milka yang menjadi korban bully Bianca saat itu lalu Langga datang menolong bak malaikat tampan yang baik hati. Milka bersyukur. Namun, takdir memang tidak bisa ditebak karena suatu hal, Milka malah jadi sering berurusan...