14 :: Rasa Takut

35.9K 3.9K 313
                                    

''Gue, heran deh, Del, kok bisa ya abang lo pacaran sama Kak Bianca.''

Della hanya diam tak menanggapi ucapan Nakila, kedua bola matanya menatap Milka yang sedang diolesi salep pada jidatnya yang memar. Dengan penuh kesabaran dan ketelatenan Vaskal mengobati gadis itu, sedangkan Milka terus menatap jarinya yang saling bertaut gugup. Berada di dekat Vaskal membuat dia merasa gugup dan canggung, entahlah padahal Vaskal malah terlihat biasa saja.

''Kak Vaskal,'' panggil Naya membuat cowok itu menoleh sebentar. ''Emang ya Kak Bianca pingsan?''

Vaskal membereskan alat P3K karena sudah beres mengobati Milka, dia mengangguk. ''Iya.''

Kedua alis Naya dan Nakila menaut, rasa penasaran kini menyelimuti keduanya. Kenapa bisa Bianca tiba-tiba pingsan lalu dilarikan ke rumah sakit oleh Langga, padahal menurut cerita Milka tidak ada kekerasan yang dia lakukan pada Bianca hingga membuatnya sampai pingsan. Ah, bagaimana Milka berani melakukan kekerasan pada Bianca kalau hanya ditatap tajam saja dia sudah merasa takut.

''Kenapa bisa, Kak?'' tanya Nakila.

''Luka lo udah gue obatin,'' ujar Vaskal pada Milka sambil meletakkan kotak P3K pada tempatnya, matanya melirik Nakila. ''Bianca sakit.''

''Sakit apa?'' Kali ini Milka yang bertanya.

''Bukan hak gue buat ngasih tau.'' Vaskal tersenyum melihat wajah penasaran ketiga cewek itu, kecuali Della. ''Udah ya, gue mau ke kelas,'' pamitnya lalu melangkah pergi.

Lalu ketiga cewek itu saling pandang dengan raut wajah penasaran.

Sedangkan di tempat lain, Langga duduk di kursi--samping ruang UGD. Cowok itu menatap lantai dengan pandangan kosong, jeritan rasa sakit dalam ruang UGD tadi masih menggema dalam telinga. Jeritan itu seperti menyayat hati, membuatnya dilanda dengan rasa kekhawatiran yang teramat. Alden dan Fikran di sampin hanya saling pandang, menghela napas berat.

Kedua cowok itu menyusul setelah mendapat kabar dari Nadira kalau Langga sedang di rumah sakit menemani Bianca yang pingsan setelah membawa Milka ke gudang sekolah. Sebenarnya Fikran tak habis pikir dengan Bianca, kenapa cewek itu selalu saja merasa paling berkuasa dan keras kepala padahal Fikran tahu Bianca tidak perlu lagi melakukan hal itu.

Bianca selalu membuat orang lain kesal dan khawatir di saat yang bersamaan.

''Lang, mending lo makan deh,'' ujar Alden memecah keheningan di antara mereka.

''Apa hubungannya sama makan, Al?'' Fikran mengernyit bingung.

''Kan kalau makan perut kenyang pikiran jernih, tidur deh.''

Fikran menggeplak belakang kepala Alden. ''Itu mah lo!''

Alden terkekeh. ''Sama orang ganteng jangan kasar-kasar, Fik.''

''Jijik, sana lo jauh-jauh.'' Fikran menggeser tubuhnya membuat Alden malah mendekat sambil memasang wajah menggoda seperti tante-tante kurang belaian.

''Jangan gitu Mas, kamu lupa semalem kita ngapain?'' Alden menggigit bibir bawahnya semakin membuat Fikran merasa jijik.

Fikran mengeluarkan uang dalam dompetnya lalu dia geplakan pada wajah Alden yang terlihat menjijikan. ''Makan lo sana!''

Tawa Alden meledak. ''Nah lo peka!'' Cowok itu beranjak. ''Kalau ada yang nyari gue bilangin ya gue nggak nyari dia,'' ujarnya lalu melangkah pergi.

''Najis! Siapa juga yang mau nyari siluman daki kayak lo!'' Alden hanya tertawa mendengar seruan itu. Fikran menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah Alden, cowok itu selalu saja terlihat menyebalkan.

NepentheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang