11 :: Ucapan Terima Kasih

38K 4.2K 292
                                    

''Beb, kok kamu main licik sih?''

''Mana ada licik? Lo-nya aja yang nggak bisa mainnya.''

''Apa sih, Yang? Aku kan jago main games.''

''Kalau jago lo nggak bakal kalah-kalah.''

''Itu kan gara-gara kamu licik, Sayang. Ih gemes deh minta dicubit.''

''Bodo anyeng! Berhenti panggil gue beb, yang, aku-kamu, dan segala macem panggilan alay!'' Fakih mendorong wajah Alden. ''Heran gue, pacar lo bejibun tapi sama laki aja lo masih suka?''

''Lagian dari tadi gue kasarin lo malah menye kayak cewek, giliran gue lembutin lo ngamuk. Mau lo apa, monyet?''

Suara gelak tawa mendominasi tempat tongkrongan malam itu. Beberapa anak cowok berkumpul di sana, termasuk Langga dan keempat sahabatnya yang tak lain; Alden, Rian, Fakih, dan Nadira. Hanya tak ada Fikran di sana. Semua tampak sibuk. Ada yang bermain kartu, memakan mie rebus, mengobrol, bercanda, dan segala aktivitas yang membuat warung tempat biasa mereka nongkrong terlihat ramai.

Tongkrongan itu hanya sebuah warung gubuk dengan beberapa kursi rotan dan meja kayu yang berada di depannya. Sekilas tak ada yang menarik, hanya saja mereka sangat nyaman jika menongkrong di situ. Selain daerah warung itu sepi terus karena tempatnya tak jauh dari jalan raya. Awal dari tempat tongkrongan itu, dulu waktu Langga masih kelas 10 dia dan teman-temannya di kejar oleh tiga preman yang memalaknya, alhasil Langga dan teman-temannya bersembunyi di warung itu.

Kebetulan pemilik warung yang sekarang Langga panggil dengan sebutan Mbok--wanita paruh baya yang sangat baik hati, mau memberi tempat untuk dia bersembunyi. Sejak saat itu dia dan teman-temannya jadi sering menongkrong di sana, apa lagi sekarang teman-teman Langga semakin banyak dan warung itu semakin ramai.

''Wah, Raf, ini apaan Suster di kamar mandi?''

''Wanjer, Ibu kos yang bohay!''

''Montoknya si gadis SMA!''

''Wah parah lo!''

''Eh, apaan? Nggak ada ya di HP gue yang begituan!''

''Apanya nggak ada, ini banyak banget begok!''

Kepulan asap dari tembakau yang dibakar mengepul ke udara lalu menghilang begitu saja. Langga mendengus menatap asap rokok itu, senakal apapun dia paling anti dengan barang jahat itu. Meski teman-temannya menggodanya untuk merokok tetap saja Langga menolak. Makanya cowok itu duduk di atas motor yang jauh dari jangkauan asap rokok.

Langga diam, kembali melamun. Cowok itu tidak seperti biasanya, kini hanya duduk terdiam dengan pikiran bercabang. Biasanya dia akan menjahili teman-temannya atau memberi sambal sebanyak mungkin ke dalam mangkuk Rian yang suka makan mie kuah alhasil membuat cowok itu uring-uringan, atau menjahili Nadira dengan permen karet yang ditempel di rambutnya, atau memasukan kecap ke dalam kopi punya Gery, atau memasukkan cabai ke pisang goreng punya Vaskal, dan yang terakhir menggoda si Mbok yang latah.

Makanya teman-teman lain yang melihat Langga hanya duduk anteng di atas motor sambil memainkan kunci motor, mengernyit bingung. Terasa aneh.

''Si Bos, habis batre kali ya. Tumben nggak hiperaktif,'' bisik Rian pada Gery.

''Charger sana.''

Rian berdecak. ''Mau gue colokin di mana anjir?''

''Pantatnya lah,'' sahut Alden mengundang gelak tawa teman-teman lain.

Fakih dan Nadira mendekat ke Langga. Nadira menepuk pundak cowok itu. ''Kenapa sih lo?''

Langga terkesiap, menatap Nadira dengan mata tajamnya. ''Ngagetin lo.''

NepentheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang