Langga berjalan mengendap-endap masuk ke dalam rumah yang lampunya sudah dimatikan. Pukul 23.18 dia baru saja pulang, seragam masih melekat pada tubuhnya. Sepulang sekolah dia belum pulang sama sekali ke rumah dan langsung ikut menongkrong dengan teman-temannya. Sampai anak tangga lampu masih belum menyala membuat Langga menghela napas lega, ternyata papa dan bundanya sudah tidur.
Dengan santai Langga melangkah menaiki anak tangga, namun ketika kakinya menginjak anak tangga keempat lampu ruang tengah menyala. "Shit!" umpatnya.
"Dari mana?"
Langga menelan ludah mendengar nada datar itu, perlahan dia menoleh dan mendapati papanya duduk di sofa sambil menatap ke arahnya dengan wajah datar, datar sekali tidak tersirat emosi di sana. Perasaan tadi Langga sudah menelisik ruang tengah dan tidak ada siluet papanya yang duduk di sofa. Lalu dari mana asal papanya?
"Dari mana?"
Langga meringis, menggaruk belakang kepalanya. "Pa, please..."
"Dari mana?"
"Rumah temen."
"Langga, dari mana?" Galen menekankan setiap kata.
"Habis nongkrong, Pa."
''Di mana?''
''Di rumah, Al.''
''Di mana.'' Galen kembali menekankan setiap kata
Langga mengusap wajahnya. ''Warung dekat sekolah, Ya Allah, Ya rabb.'' Cowok itu mengangkat kedua tangannya ke udara. ''Ampuni hamba.''
Galen beranjak dari duduknya, lalu melangkah menghampiri Langga membuat cowok itu menelan ludah sambil melebarkan matanya, terlihat waspada. Lihatlah tatapan tajam itu seolah menghunus Langga, membuatnya seperti tikus kecil yang akan ditawan. "Besok nggak boleh bawa mobil, berangkat dan pulang sama Della."
Langga berdecak. "Pa, please, masa iya Langga naik mobil Hello Kitty?"
"Emang kenapa?" Galen menaikkan sebelah alisnya.
''Tengsin lah, Pa.'' Langga memasang wajah melas. ''Maaf ya, Pa.''
''Nggak bisa.''
''Pah?''
''Hm.''
Langga buru-buru menunduk ketika matanya bertubrukan dengan mata papanya, lalu mengangguk pasrah. "Iya, Pa."
Kemudian Galen melanjutkan langkahnya menuju lantai dua. Sementara Langga di tempat mengusap wajahnya gusar. Papanya memang tidak pernah menyiksa dengan memukul, atau memarahi dengan menyentak tapi ketahuilah dengan tatapan tajam itu saja bagi Langga sudah menyiksa. Langga pernah melawan kehendak Galen, alhasil dia dipusuhi oleh papanya selama sebulan hingga membuat Langga harus merengek ketika meminta maaf.
''Sabarkan Langga Ya Allah. Langga kuat, Langga strong,'' ujar cowok itu sambil memegang dada, mendramatisir keadaan dengan wajah yang dibuat setabah mungkin membuat wajahnya malah terlihat imut.
''Alay.'' Seorang gadis berjalan melewati Langga dengan baju tidur yang melekat pada tubuhnya.
Langga yang masih terdiam di tangga menatap Della yang sudah turun ke bawah. ''Heh, bocah! Belum tidur lo?''
Della menoleh, menatap kakaknya. ''Mandi sana, bau kambing.''
''Heh, kambingan lo juga!'' Namun tak urung Langga mengendus tubuhnya, mengernyit lalu sudut matanya menangkap Della yang masih berdiri di sana. Langga tersenyum kekik. ''Wangi gue, biar tambah wangi gue mandi deh,'' ujarnya sambil melangkah menuju kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nepenthe
Novela Juvenil[SUDAH TERBIT] Berawal dari Milka yang menjadi korban bully Bianca saat itu lalu Langga datang menolong bak malaikat tampan yang baik hati. Milka bersyukur. Namun, takdir memang tidak bisa ditebak karena suatu hal, Milka malah jadi sering berurusan...