''ERLANGGADIPTA VARO!''
Suara menggelegar dari ujung koridor itu mampu membuat murid dan guru yang berada dalam kelas masing-masing tersentak. Bahkan Langga yang berlari menghindar hukuman karena telat saja sampai refleks berhenti. Cowok itu terdiam di tempat, dia tidak masalah jika dihukum menyiram tanaman atau berdiri di bawah tiang bendera tapi jika hukuman itu membersihkan satu per satu sampah di sekolah sudah pasti dia tidak mau.
"Buset dah, manggil nama gue lengkap amat," gumam Langga. "Nggak sekalian pake embel-embel ganteng gitu? Biar greget."
"Diam di sana! Jangan lari kamu!" perintah guru itu.
Suara heels yang beradu dengan lantai memecah hening di koridor itu, Langga terdiam menghela napas. Dia sudah tidak bisa berlari menghindar guru itu, satu kakinya melangkah sudah pasti dalam waktu beberapa menit ponselnya akan berdering dan nama Papanya tertera di layar.
Tadi sebelum Langga berangkat ke sekolah, dia menyempatkan diri untuk ke rumah sakit dahulu. Mengecek keadaan Bianca yang tidak ada perkembangan apapun. Sejujurnya Langga tidak tega melihat keadaan gadis itu namun itu semua karena kesalahan Bianca sendiri yang keras kepala.
"Kamu mau kabur gitu aja?" Bu Nadir berdiri di hadapan Langga sambil berkacak pinggang, kedua matanya menatap cowok itu tajam.
Langga menggeleng. "Saya nggak kabur, Bu, cuman menghindar."
Bu Nadir mendengus sebal. "Sama aja! Ayo, ikut Ibu."
"Ituan Bu, hari ini saya ada ulangan, kalau ikutin Ibu entar saya nggak bisa ikut ulangan."
"Itu salah kamu, suruh siapa kamu telat?!"
"Nggak ada yang nyuruh, Bu."
Bu Nadir menggeplak pundak Langga. "Kamu ini menjawab saja, sudah ikuti Ibu."
Dengan pasrah Langga melangkah mengikuti guru itu. Mereka berjalan di sepanjang koridor, yang pasti kaki guru itu tidak melangkah menuju lapangan. Langga tersenyum, setidaknya dia tidak disuruh membersihkan lapangan.
Langkah mereka berhenti di depan ruang perpustakaan setelah sebelumnya mereka melewati tangga menuju lantai tiga karena memang perpustakaan itu terletak di lantai tiga. Keduanya masuk ke dalam, Bu Nadir mengucapkan salam pada seseorang yang bertugas di perpustakaan, lalu petugas itu menatap Langga dengan pandangan sebal, dia masih merasa dendam karena selalu saja mendapat kejahilan dari siswa itu. Sedangkan yang di tatap mengedipkan sebelah matanya membuat petugas itu melotot.
"Kamu bersihin ini."
Langga mendengus. "Apanya yang mau dibersihin, Bu? Orang perpus ini bersih kok, tuh Ibu liat nggak ada sampah di sini."
"Maksud Ibu, kamu rapihin buku-buku yang berantakan, kamu susun buku-buku yang seharusnya ada di tempatnya."
Langga menggaruk belakang kepalanya. "Tapi, Bu saya kan---"
"Sudah kerjakan saja! Jangan banyak protes!"
Langga mendengus, tanpa banyak bicara lagi dia melangkah menuju rak-rak untuk membereskan buku-buku itu, dalam hati dia merutuk kesal memangnya petugas tidak membereskan buku-buku itu hingga tampak berantakan? Lalu untuk apa mereka di gaji? Hanya untuk menunggu perpustakaan? Langga rasa semua murid juga bisa melakukan itu.
Dengan tampang masam dan tidak ikhlas dia kerjakan masa hukuman itu, tiap kali dia berhenti untuk sekadar menghembuskan napas bosan Bu Nadir akan senang hati memelototinya membuat dia kembali bekerja.
"Bu, saya titip Langga sebentar karena ada hal yang harus saya urus dulu," ucap Bu Nadir pada petugas itu.
"Dengan senang hati, Bu." Petugas itu mengangguk ramah. Setelah Bu Nadir pergi, dia memerhatikan Langga dengan teliti takut-takut dia melakukan kekacauan yang akan membuat kepalanya pening lagi akibat tingkah nakalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nepenthe
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Berawal dari Milka yang menjadi korban bully Bianca saat itu lalu Langga datang menolong bak malaikat tampan yang baik hati. Milka bersyukur. Namun, takdir memang tidak bisa ditebak karena suatu hal, Milka malah jadi sering berurusan...