14

111 8 1
                                    

"Ada apa ini sebenarnya?" aku terus bertanya - tanya.

Kepalaku rasanya mau meledak saat melihat sosok perempuan yang baru saja datang memasuki ruangan ini. Perempuan dengan rambut sebahu dengan gaun putih yang nyaris senada dengan warna rambutnya.

Mandy.

"Mengapa dia ada disini?"

Jantungku berdetak dengan tidak karuan. Setika duniaku runtuh rasanya, membayangkan kalau ini mungkin saja adalah acara pertunangan Zayn dengan Mandy.

Tidak mungkin.

Aku terus berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri. Meskipun aku sendiri tidak merasa yakin.

Jika bukan pertunangan, mengapa ia harus jauh - jauh datang ke Paris hanya untuk menghadiri pertemuan yang mungkin tidak terlalu penting baginya?

"Wah, Mandy sudah datang" mendengar suara Mom yang sedikit berlebihan aku kembali tersadar dari lamuna ku. Tepat saat aku mengangkat kepalaku, Mandy sudah berada di hadapan kami. Tersenyum dengan ramah.

Jangan Mandy. Lebih baik kau jangan bersikap baik kepadaku.

"Kamu duduk saja disini, aku mau pindah ke sana" mendengar ucapan Ibuku, aku memandangnya dengan tatapan tidak percaya. Namun perempuan tersebut tidak menyadarinya. Ibuku bangkit dari tempat duduknya yang tepat berada di sebelah Zayn. Aku tidak tahu ia hendak pindah kemana, yang jelas aku sangat tidak suka jika Mandy harus duduk di hadapanku saat ini.

"Hello Zoe" aku tersenyum kecil ketika Mandy menyapaku. Sangat kecil sampai tidak bisa dimasukkan kedalam kategori sebuah senyuman. Tidak dapat di pungkiri kalau aku sangat tidak menyukai perempuan yang ada di hadapanku saat ini. Mungkin terlihat sangat jelas, namun aku tidak peduli.

"Kau sendiri saja?" tanya Zayn. "Dimana orang tua mu?"

"Mereka masih di bawah" Zayn merespon dengan anggukan.

Astaga, orang tua Mandy?

Otakku kembali memikirkan berbagai kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Aku dengan cepat meneguk habis segelas wine yang ada di tanganku. Zayn dan Mandy saat ini sedang asik berbisik. Jelas aku tidak tahu apa yang merka bicarakan.

"Excuse me" aku melambaikan tanganku ke arah salah satu pelayan yang ada di ruangan ini. Selanjutnya aku mengangkat gelasku yang kosong sebagai tanda. Pria tersebut sempat mengangguk sebelum akhirnya membalikkan badannya.

Tidak lama setelah itu, pelayan tersebut datang untuk meletakan pesananku. Pria tersebut membawakan satu gelas baru untukku. Merasa tidak puas, aku pun memintanya untuk membawakan satu botol penuh untukku.

"Seriously Zoe?" Will menggelengkan kepalanya.

"Aku haus" aku tersenyum kikuk.

"Go get some water then" sahut Will. Aku menggaruk leherku yang sama sekali tidak gatal.

"This wine is really great, Will" kakak laki - lakiku itu hanya menggelengkan kepalanya.

Dengan cepat, ku teguk minuman tersebut. Alih - alih menatap kedepan, aku lebih memilih untuk mengambil ponselku dan mulai memainkannya. Aku menjamah seluruh aplikasi yang ada di ponselku. Melihat notifikasi yang jumlahnya tidak wajar, aku membuka semua pesan masuk yang ada. Diantaranya terdapat pesan dari Louis.

The Heart Wants What it Wants // z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang