7

598 32 12
                                    

Disinilah aku, duduk di ruang keluarga dikelilingi oleh dua orang gila yang merupakan kakak ku. Mereka tidak berhenti berbicara mengenai balapan yang baru saja ku lakukan 2 jam yang lalu.

"Katakan pada ku apa saja yang kau sembunyikan Zoe" Will mengucapkannya berulang - ulang membuat ku muak.

"Aku anggota clup balap liar di California" ucap ku. "Aku bukan seorang nerd seperti yang ayah bayangkan" tambah ku, membuat Zayn mengangkat sudut bibirnya sedikit. Aku tahu betul sedari tadi ia menahan tawanya.

"Katakan semuanya" Will menyilangkan tangannya di dada.

"Baik lah, baik lah" aku mendengus kesal. "I'm a partyholic, selama di California aku hampir setiap hari berada di club" Will terlihat seperti ingin mengeluarkan matanya. "Aku perokok aktif dan tidak bisa berhenti" Percaya tidak percaya, matanya benar - benar hampir keluar. "I'm not a virgin" Kalau aku tidak salah lihat, mata Will sudah melompat keluar tadi.

Zayn yang sedari tadi hanya tertawa kecil mendengar pengakuan ku, kali ini terdiam. Matanya menatap ku tidak percaya.

"Chill guys, pacar kalian pasti bukan seorang virgin. Itu adalah hal yang wajar" jawab ku.

"Who?" Tanya Zayn.

"Marco Anderson" Will dan Zayn memasang ekspresi yang sama. Aku tidak mengerti apa maksud ekspresi tersebut.

"Bagaimana bisa?" Tanyanya kembali.

"Waktu itu kami berpacaran, bukan kah itu hal yang wajar dalam sebuah hubungan?" aku menjawab dengan malas. Lagi - lagi aku harus mengingat si bajingan Marco.

"Tidak ada pertanyaan lagi, aku lelah ingin tidur" Aku pun meninggalkan mereka berdua di ruang keluarga dengan ekspresi yang tidak bisa ku tebak.

Aku merebahkan diriku di atas kasur, kepala ku terasa pening akibat terlalu banyak berpikir. Semuanya terasa begitu aneh dan mencurikagan. Marco bukan lah orang yang mudah menyerah untuk hal yang ia mau dan kali ini ia mengalah.

Tatapan Will dan Zayn saat ku menyebut nama Marco benar - benar terasa ganjil. Mereka mentap ku seakan - akan mereka sangat mengenal Marco. Sialan, ada apa ini sebenarnya?

Dipagi harinya aku benar - benar terkejut saat mendapati mom berada di kamar ku. Satu - satunya yang ada dipikiran ku adalah Will melaporkan semuanya kepada mom dan dad. Aku akan mati.

Namun aku salah, ibuku yang cantik itu terlihat berbeda. Wajahnya sedikit pucat tanpa make up dan ia terlihat lelah. Hal yang pertama ia lakukan saat melihat ku bangun adalah mengusap kepalaku dan menciumnya.

"Mom senang kau sudah sebesar ini" aku terkejut, tidak mengerti mengapa suasanya menjadi secanggung ini.

"Tentu saja mom, aku makan setiap hari" ia terkekeh. "Kau tidak bekerja?" tanyaku.

Ia menggeleng. "Aku ingin meminta maaf karena aku selama ini aku menitipkan mu kepada nenek" aku tidak mengerti.

"Bukan masalah besar, lagi pula aku senang bersama nenek" jawab ku santai.

"Aku merasa gagal merawat mu" ia kembali mengusap kepala ku dan kali ini matanya terlihat berair.

"Astaga mom, aku bahkan tidak pernah memikirkan hal ini. Sudah lah" aku pun bangkit dan memeluknya.

Hari ini ruang makan terlihat lengkap, kami semua melakukan sarapan bersama. Mom dan dad sama sekali tidak terlihat mengetahui apa - apa. Will pun terlihat enggan berbicara dengan ku.

Aku mengganti saluran televisi karena jam sudah menunjukan waktunya American Next Top Model untuk tayang. Aku benar - benar tidak bisa ketinggalan acara ini. Satu mangkuk ice cream strawberry melengkapi kebahagiaan ku di sabtu pagi.

The Heart Wants What it Wants // z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang