EMPAT

1.2K 60 0
                                    

Akan ada saatnya pemikiran kita berdiri di antara dua sisi. Di sisi yang lain ingin terus bersama karena merasa inilah jalan yang diberikan oleh Tuhan namun di sisi yang lain akan ada pemikiran bahwa ini adalah satu cobaan yang diberikan oleh Tuhan untuk menguji seberapa kuat kita berpegang teguh kepada-Nya. Namun, jika kedua sisi pemikiran sama-sama berakar pada Tuhan, pemikiran manakah yang akan diikuti?

Ahh... entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengan pewaris itu. Hari ini terakhir aku berada di Jakarta, aku ditemani Mbak Asha akan kembali ke Jogja. Selamat tinggal Jakarta, kota yang telah mengajarkan hal-hal asing kepadaku yang memberikan satu kenangan yang terpaut jelas dalam hatiku.

Sebelum berangkat besok, ku sempatkan makan siang sekaligus menyampaikan salam perpisahan kepada Tyas. Dia sangat berjasa bagiku. Tyas mengisi hari-hariku selama aku berada di Jakarta. Tapi Tyas sudah berjanji akan berkunjung ke Jogja kalau ada waktu libur.

"Fim!!! Fimaaaaaa!!!"

Kulihat Tyas yang berlari ke arahku sambil membawa sebuah surat kabar.

Setelah duduk dan menenangkan pikirannya, dia mulai membuka percakapan.

" Fima dengerin gue dulu"

"Dari tadi aku sudah mendengarmu"

Mungkin saja Tyas sedikit kesal mendengar aku yang tidak terlalu serius mendengarnya.

"Ada apa?"

"Baca nih!"

Tyas pun meletakkan surat kabar itu di meja dan kabar itu dengan tulisan yang di bold dengan font yang besar langsung terpampang dimataku ALENDRA EXCEL NATHANDA GERALDO KE INDONESIA. Kuusahakan untuk terlihat biasa saja dan dengan tatapan datar kulihat Tyas.

"Dia disini Fim ini kesempatan kalian berdua buat ketemu udah setahun lebih lo Fim! Lo pasti kangen kan sama dia? Udah berapa kali gue kasih tau lo itu suka sama dia Fimaa SUKAAA!!!"

Bertemu? Tidak ada gunanya bertemu dengan dia. Sejak hari itu, hari dimana dia tidak menjawab pertanyaanku, aku mulai sadar kalau dia ternyata tidak benar-benar serius denganku.

"Sudahlah, berhenti menggangguku dengan hal-hal seperti ini Yas" kataku sayu sambil beranjak pergi. aku jadi tidak tertarik untuk makan siang dengan Tyas.

Saat ini aku sedang duduk termenung, biasanya selesai sholat aku akan merasakan lega yang sangat luar biasa tapi kali ini berbeda. Aku terlalu bingung dengan diriku sendiri. Hati dan juga logikaku tida berjalan searah. Logika seakan berkata 'berhentilah memikirkannya, berhentilah berharap kepada orang yang tidak bisa kau letakkan harapan. Kasihan hatimu, dia sudah mulai lelah. Jangan menyiksa dirimu seperti ini' tapi di saat yang sama hati pun membalas 'ayolah Fima! Jangan putus asa. Sedikit lagi, mungkin saja dia memang serius denganmu. Hanya perlu bertahan sedikit lagi'.

Selesai sholat, kuputuskan untuk menonton tv. Sedang asyik menikmati tayangan upin-ipin, aku dikejutkan dengan suara bel yang dibunyikan secara beruntun dan dengan rasa enggan aku berjalan ke pintu mencari tau siapa tamu yang tidak tau aturan membunyikan bel itu.

"Iya, seben........." kalimatku terputus tepat saat pintu terbuka menampakkan sosok yang sangat ingin kuhindari saat ini.

"Apa yang kamu lakukan disini Revan?" tanyaku heran melihat Revan datang menemuiku.

"Bagaimana bisa kamu tau apartemenku?" masih dengan nada yang heran kembali aku bertanya kepada orang yang sedari tadi diam dan terus melihat ke dalam apartemen seakan mencari sesuatu. Dan tanpa dipersilahkan terlebih dahulu, Revan memasuki apartemenku.

"Hallo tuan yang terhormat apa anda tidak punya sopan santun?"

"Di mana dia? Aku tau kalau dia ada disini!"

"Untuk apa kamu mencarinya? Dia sudah bersuami apa itu tidak bisa membuatmu berhenti mencarinya Revan?"

"Aku tau bagaimana Asha! Bahkan apa yang dikatakan oleh pikirannya aku tau dengan sangat jelas"

"Heh... memangnya kamu apa? Paranormal?" kataku seakan mengejeknya.

"Dan kalau tidak keberatan, silahkan keluar dari sini. aku tidak ingin ada fitnah"

Seperti tidak mendengarkan teguranku, Revan kemudian mendekati telepon rumah dan menghubungi seseorang entah kenapa kakiku seakan kaku untuk bergerak menghalanginya sehingga aku hanya terdiam mendengar percakapannya.

"Aku tau kamu di Jakarta, ke apartemen sekarang atau adik kamu akan merasakan akibatnya! Ingat Asha, aku tidak pernah berbuat setengah-setengah"

Kaget. Itu yang aku rasakan pertama. Gerakan yang pertama kali melintas di benakku adalah : LARI!. Baru saja kaki kecilku melangkah keluar pintu, dengan gerakan cepat pula Revan menarikku dan membekapku dengan tangan besarnya. Aku meronta meminta untuk dilepaskan tapi seperti tidak mendengarnya dia meneruskan aksinya dan mengikat kedua tanganku dan menyumbat mulutku dengan sapu tangannya serta mendudukkanku di sofa. Setelah merasa ikatannya tidak akan membuatku melarikan diri, dia mengambil tempat tepat di depanku. Aku menangis seakan memohon belas kasihan padanya. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menangis. Aku berharap Kak Asha tidak akan ke apartemen saat ini aku sangat tidak ingin dia bertemu dengan iblis satu ini.

"Maafkan aku Aisyah, ini demi cintaku. Maafkan karena kali ini aku mengorbankanmu tapi tenang saja, itu tidak akan menyakitimu. Dan tidak lama lagi, kurasa Asha sedang dijalan kemari. Tapi aku benar kan kalau dia ada di Jakarta? Aah sekian lama aku mengintai hidupmu Aisyah akhirnya hari ini datang juga. tapi aku masih penasaran, mengapa kamu datang ke acara itu sebagai pacar El? Apa yang kamu pikirkan?"

Hening!

Tidak ada jawaban dariku. Yah walaupun sebenarnya aku ingin menjawabnya tapi sia-sia bukan? Dia masih membekapku saat ini. Tapi mataku terus berbicara tatapan tajam setajam pisau yang terus aku berikan padanya.

Sekitar setengah jam kita berdua tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Air mataku sudah tidak mau menampakkan dirinya lagi akhirnya pintu apartemen terbuka. Mendengar suara pintu, reflek aku dan Revan menoleh kea rah pintu. Setelah melihat siapa yang datang, mataku memberikan tatapan JANGAN dan Revan dengan senyum sumringahnya berjalan kea rah pintu.

sambil berusaha memeluk, Revan berkata"Aku sangat merindukanmu Asha"

tentu saja Mbak Asha menolak sambutan tangan itu dan dengan wajah penuh rasa bersalah dia mendekatiku berusaha melepaskan ikatan tanganku.

"Sekejam itu kamu Revan? Apa salah Aisyah sehingga dia seperti ini?" kata Mbak Asha lembut tapi mengandung ketegasan dalam intonasi itu.

"Kamu tidak akan datang menemuiku kalau tidak seperti ini"

"Yah dan aku kesini bukan ingin menemuimu melainkan ingin menyelamatkan adikku sekarang pergilah. Aku MENGUSIRMU!" Mbak Asha memberikan penekanan di kata mengusir. Rekasi Revan? Heh jangan kalian Tanya. Akupun tau kalau dia tidak akan goyah dengan kata-kata seperti itu dan tepat seperti dugaanku dia kembali duduk di sofa.

"Aku.........."

PRAK!

Belum selesai Revan berkata, pintu apartemen kembali di buka dengan paksa. Astaga!!!

Vote and komentarnya cans.........

jangan lupa baca juga cerita FUTURE dari Mustika Palampanga yah canss

Love you guys.....

*Author Junior


Assalamualaikum CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang