Damian meremas tangan Esmee. Keduanya menatap Bianca yang terlihat santai dengan dress putih yang di lapisi dengan sweater abu-abu bergambar kucing.
"Kamu tidak harus kembali kesana, sayang. Tinggalah. Ya? Lupakan mereka." Damian masih berusaha mengubah pikiran Bianca. Tapi jangan panggil gadis itu Bianca kalau ia bisa dengan mudah menuruti kata Papanya.
Bianca menggeleng. Ia tersenyum menatap papa dan mamanya bergantian. "Aku akan menyelesaikan semuanya dan kembali. Aku berjanji."
Setelah berpamitan, Bianca menarik kopernya dan naik ke mobil yang di kirim oleh Sophia untuk menjemputnya. Mobil yang sama dengan yang di pakainya untuk berangkat sekolah bersama Gerald dan Albert dulu.
Bianca tersenyum miris, ia melempar pandangannya keluar jendela. Mobil yang di kendarai pak Simon melaju dengan kecepatan sedang, sehingga Bianca bisa melihat pemandangan desanya dengan jelas.
"Nona, saya senang anda kembali." ujar pak Simon menatap Bianca dari kaca depan.
"Jangan panggil saya Nona lagi pak. Saya kembali untuk menjadi pelayan dirumah itu. Untuk membayar segala kebaikan nenek Sophia."
Simon bisa melihat wajah Bianca menyendu. Gadis ini terlalu baik. Tidak sepantasnya ia diperlakukan seperti ini.
"Nona."
"Pak Simon."
Pria setengah baya itu tersenyum kemudian menggeleng. "Saya akan tetap memanggil anda seperti itu. Karena anda memang pantas, Nona Bianca."
Bianca tidak bisa menyembunyikan wajah terbarunya. Ia tersenyum dan kembali menatap keluar jendela. Tidak berniat untuk melanjutkan percakapannya dengan pak Simon.
Setelah beberapa lama berada di mobil, Bianca mulai merasa gelisah. Memikirkan apa sebaiknya ia meminta pak Simon putar balik dan mengantarnya kembali kerumah?
Bianca bisa melihat gerbang hitam besar yang berdiri dengan gagahnya. Ketakutannya semakin besar. Ia membayangkan wajah Gerald dan Albert saat melihat dirinya kembali. Mereka pasti membencinya.
Lagi-lagi Simon bisa dengan mudah menebak isi hati Bianca. "Nona, anda tahu? Tuan Gerald dan Albert tidak membiarkan calon tunangan barunya menempati kamar Nona. Tuan Albert bahkan sempat mengamuk saat Nyonya Sophia menyuruh kedua gadis itu untuk menempati kamar Nona."
Hati Bianca menghangat.
Tapi entah kenapa, Bianca merasakan hal aneh. Ini tidak seperti ia kembali ke rumah yang dulu pernah ditempatinya. Ia merasa asing dengan sekitarnya.
Pemandangan Taman-taman di kanan-kiri Bianca seolah adalah hal baru baginya.
Bianca seperti orang asing.
"Kita sudah sampai Nona." ucapan pak Simon mengembalikan Bianca dari lamunannya.
Setelah berterimakasih, Bianca keluar dari mobil. Tidak lupa ia turut membawa kopernya.
Saat kakinya akan menapak ditangga pertama menuju pintu masuk, ia menarik kembali kakinya. Ia tersenyum miris. Ia adalah pelayan sekarang, tidak seharusnya ia masuk lewat sini.
Bianca memutar tubuhnya, hendak berjalan menuju pintu samping. Pintu masuk dan keluar khusus para pekerja. Tapi sebuah tangan besar nan hangat menariknya menaiki tangga yang hendak ia hindari.
"Gerald." wajah Bianca pias.
Gerald tersenyum. Senyum tulus. Bukan jenis senyum jahil yang biasanya ia tunjukkan. "Lepaskan kopermu, biar Jeremy yang membawanya." Gerald memberi kode lewat tatapannya pada pria yang memakai baju pelayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moment
Romance".. Bianca Tennison. Dengarkan aku. Jangan pikirkan hal yang akan terjadi 3 tahun lagi. "Yang perlu kau lakukan hanya membuka hatimu untuk kami. Untukku dan Albert. Biarkan kami menunjukan siapa kami sebenarnya. Termasuk aku. Jangan jauhi aku lagi...