My First Kiss

5.9K 304 8
                                    

Aku telah menyelesaikan sarapanku. Dan Denis masih setia berada di sampingku.

“Kamu congok banget ya. Bentar aja abis,” ejek Denis

“Hehehe ... Kan laper, dari kemaren sore nggak makan,” kataku cengengesan.

“Tuh, makanya jangan suka ngambek.”

“Ih .. Sorry, ya. Siapa juga yang ngambek!” jawabku sewot.

“Jadi, kalo nggak ngambek, apaan?” tanya Denis.

“Hmm ... Apa ya? Oh iya, aku 'kan cuma merajuk doang.”

“Yeee ... Sami mawon. Pinter-pinter, oon juga nih anak,” kata Denis sambil geleng-geleng.

“Iya, ya?” kataku dengan tampang bego.

“Aduh. Susah ya, punya temen oon.”

“Heh. Sesama orang oon dilarang saling mengejek,” kataku sambil menepuk bahunya.

“Enak aja aku dikatain oon.” Denis protes.

“Emang kamu beneran oon kok,” kataku meyakinkan.

“Nggak!” katanya agak kencang.

“Iya!” Aku tak mau kalah.

“Nggak!"

“Iya!!”

“Udah berani, ya ...!” katanya sambil mendekat ke arahku dan langsung menggelitik pinggangku.

Aku sedikit mundur ke belakang semakin naik ke ranjang dan tanganku berusaha menghalau tangan Denis. Posisi Denis masih berdiri miring ke arahku.

“Ammmpun .... Nis,” kataku yang tak tahan geli.

“Nggak ada ampun!” Denis terus menggelitik pinggangku.

Kini posisi kami sama-sama di atas kasur dan saling berhadapan. Aku memiringkan badanku lalu membelakanginya, tapi Denis terus menggelitikku.

Aku bermaksud hendak melarikan diri darinya, tapi dengan sigap Denis memegang kakiku sehingga membuat tertelungkup di ranjang.

“Mau lari kemana lu.” Dia mengejekku sambil sedikit tertawa.

Aku bermaksud hendak membangkitkan badanku tapi Denis tiba-tiba menindihku. Badannya tepat berada di atas badanku. Tangannya memegang keras tanganku dan agak merentangkannya.

Deru napasnya terasa di leherku dan membuat bulu kudukku merinding. Napasku juga tak beraturan, sedikit ngos-ngosan apalagi berat badan Denis sedang membebaniku.

“Nis, udah ya. Perutku sakit nih abis makan,” kataku memohon.

Denis diam saja, namun ku rasakan embusan napasnya semakin kencang. Kami lalu hanya diam dengan pikiran masing-masing. Tak tau tepatnya berapa lama karena aku tak dapat fokus. Saat ini, detakan jantungku semakin kencang.

“Nis ....,” kataku memecah keheningan.

“Eh ...,” katanya lalu membaringkan tubuhnya terlentang di sebelahku.

Lalu aku bangkit dari posisiku yang telungkup. Aku duduk dan memandangi Denis yang terlihat sedang memandang lurus ke atas seperti memikirkan sesuatu.

Lalu Denis melihat ke arahku. Dia terlihat agak gugup ketika melihatku yang sedang memperhatikannya.

“Kenapa liat-liat?” Denis bertanya padaku dengan gayanya yang sok cool.

“Emang kenapa? Nggak boleh?” kataku bertanya.

“Boleh, tapi bayar,” katanya sambil bangkit dan menjulurkan tangannya.

“Idih. Liat muka kayak gitu aja bayar. Nggak bakalan laku.”

KISAHKU [Daniel Sastrawidjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang