Bersamanya

4.6K 280 5
                                    

Bel istirahat pertama telah berbunyi. Setelah guru kami meninggalkan kelas, aku buru-buru keluar kelas untuk menemui Leo.

“Kemana, Niel?” Dina memanggilku saat aku sampai di pintu.

Tak ku hiraukan panggilannya itu. Jangankan menjawab, menoleh pun tidak.

Aku mempercepat langkahku menuju kelas Leo. Aku sudah dekat dengan pintu kelas XI IPA 1, namun langkahku tertahan karena William dan teman-temannya keluar dari kelasnya itu. Leo dan William merupakan teman sekelas, tetapi mereka tidak akrab.

“Ngapain lu?” tanya Ricky padaku dengan nada bicara yang tidak enak didengar.

Mereka menatapku seperti biasa, dengan tatapan tidak senang.
Aku tak menjawabnya tapi langsung nyelonong masuk ke kelas sehingga tubuhku sedikit menyenggol Ricky.

“Kurang ajar nih anak!” Ricky kesal setelah aku melewatinya.

“Udah. Ngapain ngeladenin anak ingusan,” ucap seseorang, sepertinya suara William. Aku tak tau pasti karena aku sudah membelakangi mereka.

Ku edarkan pandangan, namun tak menemukan Leo. Hanya empat orang kakak kelas yang masih berada di kelas ini. Aku juga tak tau di mana meja Leo karena sebelumnya tak pernah masuk ke kelas ini.

“Permisi, Kak. Kak Leo nya datang 'kan?” Aku bertanya pada seorang cewek berkaca mata yang sedang membaca buku.

“Datang. Kalo nggak salah baru aja keluar,” jawabnya sambil melihat ke arahku.

“Makasih ya, Kak,” kataku lalu berbalik untuk keluar kelas.

Ku percepat langkahku untuk mengejar Leo. Aku menuju arah yang berlawanan dengan kelasku karena ini adalah jalur yang biasa Leo lewati.

Tak terlalu lama akhirnya aku melihat dari jauh sosok yang mirip dengan Leo. Dia terlihat berbelok, sepertinya menuju taman belakang sekolah.

Aku berlari-lari kecil agar cepat menemui Leo. Tak ku pedulikan banyak mata yang menatapku heran karena mengganggu ketenangan mereka yang berjalan dengan santai.

Ku perhatikan sekeliling taman mencari keberadaan Leo. Tak terlalu banyak siswa yang berada di taman ini. Ada dua pasang siswa yang sepertinya sedang berpacaran, ada segerombolan cowok-cewek yang asik ketawa-ketiwi. Dan ada pula empat orang cowok yang terlihat bersenda gurau.

Aku melihat Leo duduk sendiri di sebuah bangku di bawah pohon mahoni. Ku arahkan perlahan kakiku mendekatinya yang terlihat sedang termenung.

“Kak ...” Aku menegur Leo saat sudah berdiri di sebelah kanannya.

Leo menoleh ke arahku, tapi dia segera mengalihkan pandangannya dan kembali menatap ke depan.

“Kakak marah ya sama aku? Maafin aku, Kak,” kataku memelas.

Namun tetap saja Leo tak bergeming sedikit pun.

“Kak ...!” Aku sedikit mengeraskan volume suaraku tapi tetap saja dicuekin.

Sebenarnya, perasaanku kesal banget diperlakukan seperti ini. Tapi aku gak boleh emosi. Aku harus bisa mengendalikan perasaanku sendiri.

“Kak, ngomong dong. Jangan cuekin aku kayak gini. Smsku nggak pernah dibalas, aku telpon tapi nggak pernah Kakak angkat. Aku minta maaf kalo kemarin Kakak tersinggung karena aku nggak berangkat bareng Kakak. Aku nggak enak nolak berangkat bareng Denis, karena dia udah jemput aku. Aku juga nggak tau kalo Denis mau jemput aku, dia nggak ngasih tau.”

Aku bergeser ke depan Leo, menghalangi pandangannya. Tapi Leo langsung menundukkan wajahnya, sepertinya dia tak mau melihatku.

“Kak ... Aku mohon ngomong sama aku, jangan diem aja. Coba Kakak kemarin minta aku berangkat bareng Kakak, pasti aku turutin. Aku bingung kalo Kakak diem terus kayak gini.”

KISAHKU [Daniel Sastrawidjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang