The Last Part - Akhir Kisah

10.9K 437 112
                                    

Kenapa aku harus menerima dua berita yang tak menyenangkan di hari yang sama? Masih adakah kebahagian yang bisa ku temukan di tempat baru nanti?

Pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu ku jawab. Tapi semua kenyataan ini harus tetap ku jalani. Aku tak boleh terus meratapinya. Aku tak boleh manja lagi, walaupun itu sulit bagiku.

Tiba-tiba ku rasakan pelukan di pinggangku. "Jangan sedih lagi, ya." Denis berbisik, kepalanya baru saja menempel di pundakku.

"Niel ... Ini juga sulit buatku. Aku syok waktu dengar ayahmu bilang kamu harus pindah ke Jakarta. Kamu tau, Niel ... Aku takut banget jauh dari kamu. Tapi aku nggak mungkin menentangnya. Aku bukan siapa-siapa, hanya orang luar. Ayahmu bilang, dia takut kamu nggak bisa melupakan kejadian itu dan trauma. Mungkin William nggak akan pernah nemuin kamu lagi karena ancaman akan dipenjarakan. Tapi siapa yang bisa menjamin kalian nggak akan bertemu secara nggak sengaja, apalagi sekolah kalian sama. Makanya, Ayahmu putuskan kamu harus pindah ke Jakarta."

"Tapi kenapa harus ke Jakarta? Kenapa nggak pindah sekolah aja?" tanyaku lirih.

"Aku juga sempet nanya kayak gitu. Menurut Ayahmu, walaupun kalian bersekolah di tempat berbeda tapi bisa saja kalian bertemu di tempat lain karena tinggal di kota yang sama. Kalo kalian tinggal di kota yang berbeda, maka peluangnya jadi jauh lebih kecil. Aku mohon, Niel. Kamu jangan sedih lagi. Kalau kamu sedih bisa buat aku lebih sedih lagi, buat aku makin berat melepasmu." Denis mengeratkan pelukannya.

"Iya, Nis ... Aku akan berusaha nggak sedih lagi. Aku juga udah capek nangis terus." Aku berusaha tersenyum.

"Gitu dong." Denis terlihat senang, namun terasa dipaksakan.

Beberapa saat kami terus berdiri di balkon. Langit gelap ditutupi awan, hanya ada sedikit bintang yang menampakkan dirinya.

Suasana yang sama dengan hatiku saat ini. Di tengah kegelapan, Denis muncul memberikan setitik cahaya terang padaku.

Lalu Denis mengajakku masuk sekitar jam sepuluh kurang. Malam ini dia kembali menginap di rumahku seperti yang sering dilakukannya dalam seminggu terakhir.

◾◾◾

Aku sangat bosan karena sejak pagi hanya sendirian. Aku belum makan siang, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 13.40.
Mbok Minah sudah dua kali memintaku agar cepat makan, Bunda juga sudah berkali-kali menelpon menyuruhku agar segera makan.

Lalu, ku lihat Denis yang memakai seragam sekolah datang menghampiriku yang sedang duduk menonton TV di ruang keluarga.

"Kok pulang cepet, Nis?"

"Kan belum belajar. Sebenernya udah pulang dari tadi, tapi aku sama teman-teman jalan-jalan dulu." Denis sengaja memanasiku.

"Oh ..."

Denis mengerutkan keningnya.

"Kamu nggak marah? Tumben?"

"Buat apa marah? Sebel juga sih, aku bosen di rumah. Eh ... kamu malah jalan-jalan. Tapi, aku nggak boleh marah. Akhir-akhir ini kamu hampir selalu nemenin aku, jadi wajar kalo kamu refreshing bareng teman-teman."

Denis duduk di sebelahku. "Aku nemenin kamu karena aku memang suka. Aku nggak akan pernah bosan ada di samping kamu, bahkan aku sangat bahagia." Senyumannya mampu menenangkan jiwaku.

"Makasih, Nis ..." Aku membalas senyumannya. "Aku juga bahagia kalo ada kamu." Kami saling menatap.

"Oalah, Niel. Kok belum makan? Nanti Bunda marah loh." Suara Mbok Minah mengejutkanku.

"Iya ... Bentar lagi," jawabku.

"Cepetan. Wis jam loro," lanjut Mbok Minah.

"Cepet makan!!" Denis berdiri dan menarik tanganku. "Kalo nggak mau, nanti sore nggak jadi aku ajak jalan-jalan."

KISAHKU [Daniel Sastrawidjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang