4

813 133 45
                                    

Seperti biasanya di pagi hari yang aku selalu lakukan. Bangun, mandi, dan turun ke bawah untuk sarapan.

Tetapi kali ini berbeda.

Sejak tiga hari yang lalu, aku menyuruh Son Wendy untuk datang kerumahku pagi-pagi untuk sarapan bersama ayah dan ibu.

Dan dia sejak saat itu selalu datang.

Aku merasa, kehadirannya di rumah ini membuat suasana menjadi lebih hangat.

Aku jarang melihat ayah dan ibu bertengkar.

Mungkin ini semua berkat dia.

"Pagi, Mark!" Sapa gadis itu.

Aku hanya mengangguk lalu duduk disampingnya.

Kami berhadapan dengan kedua orang tuaku.

"Sekarang Mark sudah sering bangun pagi, ya," kata ayah.

"Iya, sejak kedatangan Wendy ke rumah, ia menjadi lumayan berubah,"

Son Wendy kulihat hanya tersenyum saja.

"Omong-omong Mark, sesekali berangkatlah ke sekolah dengan berjalan kaki. Tidak usah naik sepeda," kata ibu.

"Memang kenapa kalau naik sepeda?" Tanyaku.

"Tidak apa-apa, tetapi sesekalilah untuk berjalan. Lagipula, Wendy pasti bosan kalau kalian terus-terusan naik sepeda," ujar ayah.

"Aku tidak apa-apa−"

Aku memotong perkataan gadis ini, "Baiklah."

Dan sarapan pun selesai. Kami berdua lalu pamit. Tetapi sebelumnya, ibu bertanya sesuatu.

"Kalian berdua benar tidak pacaran?"

Apa maksud perkataan ibu?

Tentu saja jawabannya,

tidak.

"Tidak," jawabku, lalu pergi menuju Son Wendy.

Kami berdua lalu jalan bersama.

Dan keadaan sangat canggung sampai akhirnya ia yang memecahkan kecanggungan.

"Omong-omong Mark, kamu tidak apa-apa?"

"Maksudmu?"

"Soal ayahmu yang menyuruh kita berangkat ke sekolah dengan jalan kaki,"

"Tidak apa. Memangnya kenapa?"

"Tidak..."

Dan sekarang kami kehabisan topik pembicaraan.

"Oh ya, Son Wendy. Bagaimana dengan nenekmu?" Tanyaku.

Sekali-kali aku yang memulai pembicaraan.

"Nenekku baik-baik saja, ia tidak keberatan saat aku harus pergi pagi-pagi,"

"Baguslah kalau begitu,"

Tiba-tiba muncul seseorang dari belakang merangkul Son Wendy.

Dan itu adalah Kang Seulgi.

"Pagi, Wen!"

"Hai, Seul~!"

Kang Seulgi menoleh ke diriku. "Aku tidak menyadari bahwa ada Mark Tuan disini,"

Dan ia menyindirku.

"Hush, Seul! Jangan seperti itu!" Son Wendy memperingatinya. Ia lalu menengok ke diriku dengan tatapan meminta maaf.

Aku hanya tersenyum.

Lagipula, itu hal yang biasa.

Dan Kang Seulgi lalu membawa pergi Son Wendy dengan cepat menuju kelas.

regretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang