regret

9

Aku terbangun dari tidur. Lalu aku segera bersiap-siap dan setelah itu turun ke lantai bawah dan menuju ruang makan.

"Pagi, Mark!" Sapa Wendy.

"Pagi juga," sapaku balik. "Pagi sekali kamu bangun,"

"Aku bangun juga untuk menyiapkan sarapan untuk kita berdua," ia meletakkan piring yang berisi sarapan didepanku.

"Kamu tidak menaruh apa-apa kan di dalamnya?" Tanyaku.

"Maksudmu? Aku menaruh racun, begitu?"

"Iya."

"Tidaklah. Mana mungkin!"

Aku lalu memakannya. Cukup enak.

"Bagaimana? Bagaimana?"

"Tidak enak,"

"Eeehh???"

Ekspresinya sangat lucu.

"Enak, kok."

"Benarkah?"

"Tapi bohong,"

Aku bisa melihat ia mendengus lalu ia mulai ikut memakan sarapannya.

Setelah itu kami berdua menuju sekolah. Kami memutuskan untuk berjalan kaki.

"Andai saja hari ini bisa bolos lagi..." gumam Wendy.

"Kau mau nilaimu menjadi turun?"

"Tentu tidak! Tetapi, aku sangat malas untuk bersekolah hari ini.. aku ingin seperti kemarin saja.. spending the rest of day with you.."

Me too, Son Wendy.

Sesampainya di sekolah, tiba-tiba ada seseorang yang membawa Wendy pergi.

Yah, itu adalah Kang Seulgi.

Ia lalu menoleh ke aku dan memberikan tatapan 'kita-perlu-berbicara-nanti'

Aku yakin bahwa ia ingin membicarakan tentang kemarin.

🍂🍂🍂

"Jadi?"

"Apa?"

"Kemarin bagaimana?"

Sekarang adalah jam istirahat dan Kang Seulgi langsung membawaku pergi supaya Wendy tidak mengetahuinya.

Dan sekarang aku sedang bersamanya.

"Yah, kemarin dia sangat senang. Aku bisa melihatnya. She smiles a lot,"

"Baguslah kalau begitu."

"Kang Seulgi," panggilku.

"Seulgi."

"Hah?"

"Kamu bisa memanggilku dengan Seulgi saja. Tidak perlu menyebutkan seluruh namaku. Itu terasa sangat canggung sekarang,"

"Baiklah, Seulgi."

"Lalu? Ada apa tadi kamu memanggilku?"

"Tidak jadi,"

"Pft, aneh."

Dan tiba-tiba, muncul Wendy dari belakang kami.

"Kalian sedang membicarakan apa?"

Dan kami berdua lalu kaget.

"Ah, tidak," jawab Seulgi.

Wendy lalu memeluk-meluk Seulgi dan Seulgi mengacak-acak rambutnya.