Sudah dua bulan berlalu sejak 'jebakan hutan beringin' itu terjadi. Hari ini mereka baru saja menyelesaikan Penilaian Tengah Semester Genap.
Hari-hari berjalan dengan baik, sebaik hati Bam saat mendengar Endorsi menerima usulan Bam dengan berbunga-bunga.
Persahabatan mereka bertujuh pun semakin dekat dan baik. Khun memang masih dingin, tetapi saat berkumpul bertujuh ia jadi seramah Bam.
Ehwa terkadang masih canggung atau malu, tetapi sifat tersebut dijadikan bahan lawakan dan terkadang memerahkan pipi Ehwa yang seputih porselen.
Hwaryun memang masih dingin dan kaku, tetapi sekarang ia lebih banyak tersenyum dan berbicara. Oh ya! Misi Hwaryun berjalan dengan lancar!
Isu dan Rak juga semakin kompak. Seluruh luka Bam sudah sembuh, kini tersisa bekas luka yang akan memudar seiring berjalannya waktu.
Persahabatan mereka sempurna rasanya.
Terkadang beberapa orang merasa persahabatan lebih berharga dibanding keluarga yang mulai berjarak. Itu tidak seharusnya terjadi.
Sahabat yang berharga adalah bagian dari keluarga, jadi tidak ada salahnya kan bila sahabatmu memberi saran untuk masalah keluargamu?
"Memaafkan bukan berarti salah, orang yang memaafkan adalah orang yang berjiwa besar!"
Seperti saat ini, Ehwa sedang menasehati Khun dan Hwaryun yang masih belum selesai menjaga jarak dengan Ayah mereka.
Alasannya simpel, "Ini kesalahan Ayah, kenapa kami harus meminta maaf duluan?"
Teman-temannya sampai ikut pening mendengar alasan kekanakan itu.
Sudah berkali-kali dinasehati tetapi batu tetap saja batu, mereka menutup telinga mereka.
Eh? Batu bisa berlubang bila ditetesi air terus menerus bukan?
Dalam kata lain, tidak ada batu yang tidak bisa bolong atau hancur.
Ide konyol terlintas di kepala Ehwa. Ia menjentikkan jari dengan kencang, membuat semuanya--kecuali Khun dan Hwaryun, menoleh kearahnya.
Entah ini benar atau salah, tetapi apa salahnya mencoba?
"Kalau kalian tidak mau meminta maaf pada Ayah kalian, maka aku yang akan memohon langsung kepada mereka untuk memaafkan kalian!"
Khun yang sedang mengunyah permen karet hampir tersedak, ia segera ke wastafel dan batuk disengaja, mengeluarkan permen karet itu dengan paksa. Ia tidak mau mati konyol.
Sementara Hwaryun tersenyum miring. This is what I've been waiting for, batin Hwaryun.
Khun kembali ke tempat duduknya, "pemaksaan macam apa itu?"
"Baiklah, aku juga malas meminta maaf." Hwaryun buru-buru menjawab agar Ehwa tidak membatalkan niatnya.
Ehwa terlihat terkejut untuk sesaat tetapi ia menambahkan...
"BAIK! Akan kubuktikan! Pulang sekolah ini kita langsung ke rumah kalian!" Ehwa terdengar antusias.
Khun yang hendak membantah lagi segera ditendang sepatunya oleh Hwaryun, Hwaryun mengarahkan matanya pada ponselnya dan Khun bergantian.
Ponsel Khun bergetar, ia segera membuka SMS dari Hwaryun.
"Gak mau diuji dulu? Cepat atau lambat, dia akan menarik kata-katanya."
Khun membalas, "Tetap saja. Gimana kalau dia senekat itu?"
"Gak akan."
"Baiklah jika kau memaksa." Ucap Khun yang diiringi dengan helaan napas kecil. Hwaryun tersenyum, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Way to the Rainbow [Tower of God fanfiction] [RE-PUBLISHED] ✔
Fanfiction[Teenfict - Fantasy - Thriller] BACALAH DENGAN BIJAK!1! • Cerita para tokoh Tower of God di dunia nyata. Kisah kehidupan masa SMA mereka. Dimulai dari Bam yang berpacaran dengan Endorsi, dan Khun yang diikuti seseorang. Dimulai dari kebahagiaan dan...