Pengakuan

6.1K 590 22
                                    

Dengan langkah lemah, Jaemin berjalan menyusuri lorong apartemennya. Pikirannya masih melayang tentang kejadian barusan. Wajah geram Haechan tadi masih tergambar jelas di matanya. Jaemin benar-benar tak bisa melupakan betapa bencinya Haechan padanya melalui matanya saja. Belum lagi, tangan Haechan yang mengeras seperti batu karena menahan semua amarahnya disana.

Padahal, Jaemin tak ingin Haechan membencinya. Keadaan yang terjadi tidak seperti itu. Jaemin tak pernah merebut Mark. Jaemin bahkan tak pernah mencintai Mark sebelumnya.

-&-

5 tahun yang lalu...

Malam-malam begini, Jaemin masih terlihat duduk di kursi, depan sebuah swalayan sambil memakan es krim coklat di tangan kanannya. Tidak peduli ia kaya, Jaemin lebih suka memakan es krim buatan swalayan daripada es krim mahal yang harganya ratusan won. Ia juga lebih suka duduk seperti ini daripada berdiam diri di rumah besarnya yang kosong. Ia kesepian.

Jaemin memandangi semua orang yang lewat dihadapannya. Dalam benaknya, ia ingin tahu kemana perginya semua orang ini. Apa mereka mau pulang ?. Mungkin benar, ini sudah masuk jam pulang kantor. Wajah mereka semua juga terlihat lelah. Mereka seperti sedang merindukan kasur masing-masing.

Tapi, mata Jaemin menangkap seseorang yang berbeda. Disana, di ujung jalan, Mark berjalan sangat pelan sambil terus menunduk. Walaupun penutup kepala dari sweaternya itu hampir menutupi semua kepala Mark, Jaemin masih bisa tahu siapa di balik penutup kepala itu.

Awalnya, tak ada niatan Jaemin untuk menyapa Mark atau bahkan menghampirinya. Jaemin hanya diam dan mempertahankan Mark dari tempatnya duduk.

"Haechan sekarang pindah sekolah tiba-tiba. Mark pasti sedih. Iyakan ?"

Perkataan para murid tadi pagi tentang pindahnya Haechan tiba-tiba, kembali terngiang di telinga Jaemin. Sekarang Jaemin yakin, Mark berjalan seperti itu pasti karena dia sedih. Walaupun ada perasaan bahagia muncul ketika sepasang kekasih yang paling menyebalkan baginya itu putus. Tapi Jaemin sedikit merasa kasihan pada Mark.

Ditinggal seorang yang kita sayang tentu saja menyakitkan.

Entah karena dorongan apa, Jaemin berdiri. Lalu, ia berjalan untuk menghadang Mark yang hendak berjalan melewatinya. Sedangkan Mark, ia tersentak saat melihat sebuah sandal jepit berwarna putih itu muncul dan berhadapan dengan sepatunya.

Ia pun mendongakkan​ kepalanya untuk melihat siapa pemilik sandal jepit tadi. Hatinya semakin tersentak saat melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya.

"Mau es krim ?"

Jaemin menyodorkan satu bungkus es krim pisang ke arah Mark. Dan Mark hanya diam memandanginya.

"Orang bilang, makan es krim bisa menghilangkan kesedihanmu"

Mark kembali melihat ke arah Jaemin. Hatinya semakin tersentuh saat melihat Jaemin untuk pertama kalinya tersenyum sangat manis ke arahnya. Ini berbeda dengan senyuman yang Jaemin berikan sebelumnya. Tak ada unsur rasa senang di atas penderitaan Mark, ataupun senyum licik seperti penjahat. Kali ini, senyuman itu benar-benar manis dan tulus.

"Mau tidak ?"

Pertanyaan itu membuyarkan semua lamunan Mark. Ia langsung melihat ke arah es krim yang masih ada di tangan Jaemin.

"Tidak. Kau meracuninya"

Jaemin menggulirkan bola matanya. "Ayolah !. Aku sedang berbaik hati padamu"

Mark akhirnya meraih es krim yang Jaemin berikan. Ia pun mulai membuka bungkusnya. Lalu, mengeluarkan es krim dari sana dan mulai memakannya. Jaemin terlihat girang Mark mau memakan es krim pisang yang tak sengaja ia beli tadi.

Marriage (Markmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang