When We Are Apart

5.2K 432 53
                                    

Terkadang, kita melakukan hal yang seharusnya tidak pernah kita lakukan. Tapi karena kita dibutakan oleh perasaan, kita bahkan tetap melakukan hal yang hanya mengundang penyesalan saja. Seberapa keras kau berpikir kenapa melakukannya, kau pasti hanya mampu menjawab karena kau mencintainya. Cinta benar-benar bisa membuat kita berpikir diluar otak kita. Tapi, sekali lagi, karena kau mencintainya, kau pasti akan membuat semua itu wajar.

Hanya karena alasan mencintainya, semua terlihat wajar-wajar saja.

Karena sebenarnya yang terjadi saat kau jatuh cinta adalah kau jatuh. Tapi cinta membuatmu buta akan rasa sakitnya. Itulah alasan kenapa cinta disebut buta.

Dan, Jaemin merasakan itu sekarang.

Apa yang ia lakukan untuk Mark, memang gila. Ia melepaskan cintanya dan memilih pergi meninggalkan Mark. Hanya karena alasan ia mencintai Mark dan ingin hidup Mark bahagia. Padahal, apa yang ia lakukan sama saja dengan menyakiti dirinya sendiri. Tubuhnya yang sudah semakin rapuh sama seperti hatinya, masih bisa-bisanya tersenyum saat melihat Mark bahagia bersama orang lain.

Sakit memang, tapi tetaplah ia tersenyum seolah semua yang terjadi hanya sebuah hiburan.

Ia tersenyum di atas sebuah luka yang sangat dalam. Luka yang perlahan semakin lebar dan terbuka. Walaupun menyakitkan, ia harus tersenyum untuk sebuah alasan bahwa orang yang ia cintai sudah bahagia bersama dirinya.

Jaemin cukup sadar diri bahwa ia hanya duka bagi Mark. Ia hanya akan membuat Mark menangis karena kepergiannya. Itulah sebabnya ia pergi dan membiarkan Mark melupakannya. Selagi melupakan seseorang, bisa membuat kita tersenyum. Kenapa tidak lupakan saja ?.

Daripada kau terus mengingat duka ? Lebih baik lupakan dia.

Jaemin menutup kaca mobilnya. Ia sudah puas melihat sepasang suami-istri yang sangat ia kenal. Mark dan Haechan, sedang tertawa dengan sebuah gula kapas di tangan mereka berdua. Bahagiakan ?

Jaemin sejenak menunduk untuk meratapi betapa menderitanya ia. Tapi, ini sudah keputusannya. Ia hanya bisa menyingkirkan rasa sesalnya dan memilih untuk tersenyum atas kebahagiaan Mark yang baru. Ia pun mendongakkan kepalanya dan menarik sebuah senyuman walaupun hatinya terluka ribuan pisau untuk kesekian kalinya.

Doyoung yang duduk di samping Jaemin hanya bisa menatap adiknya ini dengan iba. "Jaemin"

"Ne ?"

Jaemin menoleh sambil memberikan sebuah senyuman. Padahal, Doyoung tahu senyuman itu palsu. Senyuman itu hanya ada untuk menutup seberapa rapuh hati adik tercintanya ini. Seandainya bisa, Doyoung sangat ingin menyelesaikan masalah rumit ini. Ia ingin menghampiri Mark dan membuat Mark mengingat siapa istri yang sebenarnya. Tapi, Jaemin pasti tak akan mengijinkannya.

Kadang, Doyoung berpikir apa yang membuat Jaemin menahan semua lukanya ?. Kenapa ia rela sakit hanya untuk Mark ?.

Cinta. Hanya itu jawabannya.

"Kita pergi ke rumah sakit ya ? Kau waktunya kemoterapi. Jaehyun menunggumu"

Jaemin mengangguk. "Arra"

***

Jaehyun dan beberapa suster masuk ke dalam ruang inap Jaemin. Terlihat seseorang yang sudah siap menahan rasa sakit, sedang bercanda dengan hyungnya. Hingga kedatangan Jaehyun, membuyarkan candaan mereka.

"Hay Jaemin" sapa Jaehyun.

"Hay juga hyung !"

"Kau sudah siap ?"

Marriage (Markmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang