Back

7.9K 797 74
                                    

Haechan hanya diam memandangi Mark yang duduk berhadapan dengannya. Tidak ada pembicaraan, karena mereka terlalu sibuk dalam pikiran mereka masing-masing. Contohnya Mark yang memikirkan jutaan tanda tanya di otaknya sambil menyedot orange juicenya dengan sedotan.

Ia tak tahu alasan kenapa Haechan tiba-tiba kembali ke Seoul. Ingin ia bertanya tentang itu, tapi ia takut itu terkesan lancang. Jadi, dia hanya menunggu Haechan bercerita.

"Mark"

Akhirnya, Haechan membuka mulutnya. Mark menegakkan duduknya dan tersenyum ke arah Haechan.

"Ya ?"

Bukannya menjawab, Haechan malah melihat ke arah tangan Mark yang berada di atas meja. Bukan tentang seberapa lentik atau mulus tangan itu, yang Haechan pikirkan. Tapi tentang sebuah benda mungil yang melingkar di jari manis Mark itu. Ya, itu cincin pernikahan Mark dengan Jaemin.

Haechan jadi tersenyum miris melihat cincin itu. Sepertinya, Mark terlihat baik-baik saja dengan istrinya sekarang. Ada sedikit perasaan tak terima tentang fakta itu dihatinya.

"Itu cincin pernikahan mu ?"

Pertanyaan Haechan membuat Mark melirik ke tempat cincin itu melingkar. Lalu, Mark kembali melihat Haechan.

"Ne"

Haechan tersenyum pada Mark. "Menikah dengan siapa ?"

"Jaemin. Na Jaemin. Adik kelasku saat kita masih sma dulu"

Haechan membulatkan matanya. Ia tak percaya mendengar apa yang Mark katakan. Apa Mark serius menikah dengan namja bernama Jaemin itu ?.

"Kau menikah dengan Jaemin ?! Musuhmu dulu ?!"

Mark terkekeh. "Ya begitulah"

Dulu, Mark memang membenci Jaemin karena ia pernah menumpahkan kopi di baju seragam Mark. Bukan itu saja, saat Mark dan Haechan pernah berpacaran sambil berciuman, Jaemin mengambil foto mereka dan memberikan fotonya pada kepala sekolah.

Luka di lutut Mark, itu juga karena Jaemin pernah mendorongnya hingga tersungkur di aspal yang kasar.

Mark jadi terkekeh saat kembali mengingat apa yang pernah Jaemin dan dirinya lakukan. Semua itu memang menyebalkan. Tapi bisa membuat Mark merindukan Jaemin.

"Kau pasti sedang mengingat kenakalan Jaemin dulu. Aku benarkan ?"

Mark mengangguk. "Ne. Kau ingatkan betapa nakalnya dia dulu ? Sampai-sampai membuat kita dihukum oleh kepala sekolah"

"Hahaha"

Mark tertawa. Baginya, itu salah satu moment menyebalkan sekaligus lucu baginya. Tapi, Haechan hanya diam. Baginya semua tentang Jaemin tidak harus ditertawakan. Bahkan jadi menyebalkan sekarang.

Mark baru sadar jika hanya dirinya yang tertawa. Jadi, ia kembali diam dan meminum orange juicenya.

"Jujur Mark, aku kemari dan mengajakmu untuk makan siang di cafe ini bukan untuk mengingat Jaemin"

Mark langsung menaikkan kedua alisnya. "Hah ? Lalu, untuk apa ?"

Haechan hanya tersenyum sambil mengaduk secangkir teh hangatnya. Ada maksud tertentu yang membuatnya kembali menginjakkan kaki di tanah Seoul ini. Alasan itu pasti sangat besar sampai membuatnya pergi meninggalkan kota New York.

-&-

Pranggg!!

Jaemin menjatuhkan piringnya saat hendak menaruhnya di wastafel. Sang ibu yang tadinya asyik mengiris bawang, langsung menghampiri Jaemin yang terlihat kesakitan sambil menyentuh perutnya.

Marriage (Markmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang