Sorry

5.5K 530 40
                                    

Apa yang kau rasakan saat mendengar kata baik-baik saja itu bukanlah yang sebenarnya ?. Atau tentang kata baik-baik saja yang hanyalah sebuah kebohongan yang kau anggap nyata. Kata baik-baik saja itulah yang membuatmu melupakan hal yang seharusnya memang tidak baik-baik saja.

Membuatmu buta akan hal yang memang tidak baik-baik saja.

Dan hari ini, Jaemin merasakannya. Ia yang selama ini tahu bahwa semua berjalan tanpa masalah. Semuanya berubah di detik ini juga. Dimana saat Jaehyun terlihat sedang berbicara dengan seorang dokter lain di ujung lorong sana. Dan Jaemin, memilih untuk menguping di balik tembok.

"60% dari organ hatinya sudah tidak bekerja. Kita harus mencari pendonor hati untuk Jaemin. Untuk sementara, kita akan melakukan kemoterapi untuknya. Kita akan.."

"Dokter Jung". Dokter Kim, memotong semua penjelasan Jaehyun tiba-tiba.

"Apa ?"

"Ingatkah kau dengan semua pasien penderita kanker hati seperti Jaemin sekarang ?"

Jaehyun mengerutkan keningnya. "Memangnya ada apa dengan mereka ?"

"Seberapa kau bekerja keras, ini semua sudah terlambat"

Bagai sebuah pedang yang menusuk Jaemin beribu kali, ini benar-benar menyakitkan untuk ia dengar mentah-mentah. Baiklah, Jaemin akui penyakitnya memang serius. Tapi apa separah itu ?. Jaemin tak akan sedih jika ia sakit. Yang ia sedih kan adalah, apa ia akan mati ?. Secepat ini ?.

"Tapi ini masih 60% ! Bukan 100% Dokter Kim !"

"Apa kau yakin bisa menemukan pendonor hati dalam waktu 3 bulan ?! Jika lebih dari itu, semua selesai"

Diam. Jaehyun tak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya bisa menahan emosinya yang memuncak karena ucapan dokter Kim. Beraninya ia menyumpahi Jaemin mati. Jaehyun sangat yakin jika Jaemin pasti akan sembuh.

"Apa kau tidak ingin menolongnya ?"

Dokter kim menggeleng. "Aniyo. Aku mau. Tapi aku tak ingin kau kecewa atas kerja keras mu nanti. Jadi, aku membuatmu kecewa di awal daripada diakhir"

"Agar kau tak menyesal" lanjutnya.

Cukup, Jaemin sudah tak ingin tahu apa yang Jaehyun dan dokter senior itu katakan. Ia memilih pergi dari sana dan segera pulang untuk menenangkan dirinya. Terlalu menyakitkan untuk tetap disini dan mendengar tentang kematiannya sendiri.

-&-

Jaehyun mulai membuka pintu ruang inap Jaemin. Sayangnya, bukan Jaemin yang ia lihat disana. Melainkan seorang suster yang sibuk merapikan ranjang kosong itu. Keningnya berkerut. Kemanakah Jaemin pergi ? Pikirnya begitu.

"Suster, dimana Jaemin?"

Suster itu menoleh. "Ah. Pasien yang disini itu ?"

Jaehyun mengangguk. "Ne. Kemana dia ?"

"Dia sudah pulang"

"Pulang ?"

-&-

Angin dari sungai dihadapannya itu berhembus menerpa tubuh kurus dan pucatnya. Mungkin saja, angin itu bisa menerbangkan tubuhnya yang benar-benar lemah dan lemas untuk kali ini. Suara bising mobil yang melintas di belakangnya, tak Jaemin pedulikan. Ia hanya terus berdiri di pinggir jembatan sambil melamun memandangi sungai Han dibawahnya.

Ingin rasanya masuk kedalam sana dan mengakhiri semuanya. Ingin sekali ia berteriak dan melepas semua kesedihan serta bebannya. Tapi, semuanya sama sekali tak bisa ia lakukan. Ia tak tahu harus apa selain diam disini memandangi sungai Han di bawah sana. Dinginnya malam pun, tak ia pedulikan.

Marriage (Markmin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang