Ten

432 39 9
                                    

Naeun begitu bosan dengan suasana di ruang rawatnya. Ia juga merasa cemas dengan keadaan Bona yang sampai saat ini belum ia jenguk. Ruangan sepi. Saeun bersama Sungmi sedang tertidur di sofa, mengingat sekarang pukul sepuluh malam. Hanya dirinya yang belum tertidur dan memandang tajam langit-langit kamarnya. Aneh.

Tiba-tiba sebuah ide meamasuki otaknya. Ia mengambil remote tv dan menyalakan tv bertubuh slim di depan sana. Ini adalah kegiatan yang sudah lama tidak dilakukan oleh Naeun karena kesibukannya yang mengurus toko bunganya. Saat ini Naeun mengganti channelnya menuju suatu acara—bukan live—yang ternyata dengan Leeteuk sebagai mc-nya. Daebak. Perempuan itu tertawa sarkaktis dengan keahlian Leeteuk yang menipu semua orang dengan senyuman manisnya.

Pintu rawat terbuka dan menunjukan sosok yang sedari tadi berada di pikirannya. Dengan segera ia mematikan tv dan menatap Leeteuk dengan tatapan sendu. Naeun merasa asing dengan dirinya sendiri. Sifatnya yang cuek dan tajam menghilang entah kemana sejak bertemu Leeteuk.

Lelaki itu duduk di kursi yang tepat berada di sebelah ranjang setelah meletakan satu rangkaian bunga di nakas. Matanya menatap Naeun dengan ekspresi yang sulit untuk di jelaskan. Tapi yang Naeun lihat, saat ini Leeteuk terlihat sedang bimbang, gelisah dan menyesal. Seketika perasaan takut menyerang hatinya hingga bagian terdalam. Mata lelaki itu seolah menjelaskan apa maksud kedatangannya meskipun sang bibir belum berbicara.

"Ada apa?" tanya Naeun.

"Hanya ingin menjengukmu." Suara itu terdengar dingin. Berbeda sekali dengan suaranya yang lembut pada beberapa hari yang lalu.

Naeun terkekeh kecil. "Kenapa kau dingin sekali kepadaku? Padahal kau sangat manis dan hangat kepada orang lain. Aku merasa jika aku adalah orang spesial dimatamu." Leeteuk terdiam tanpa memberi respon apa-apa. Helaan napas keluar dari mulut Naeun. "Aku tau kau ingin mengatakan sesuatu. Jadi katakanlah."

"Maaf." Air muka Leeteuk berubah sendu. Suaranya terdengar lemas dan Naeun mengetahui hal itu. "Aku tidak bisa mempertanggung jawabkan ucapanku."

Sontak Naeun tertawa dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ia sudah tahu arti dari kalimat itu. Sesuai dengan dugaannya. Leeteuk memutuskan untuk menjauhinya. Tanpa alasan. Miris sekali. Jelas-jelas sejak awal Leeteuk hanya bermain-main dengan ucapannya, lantas kenapa ia percaya dengan mudahnya pada lelaki itu? Cinta memang membuat orang buta!

Ia tersenyum kecut. "Kau sangat pintar menipu orang dengan wajah manismu. Aku saja sampai tertipu." Lagi-lagi Naeun tertawa. "Hahaha... Aku memang perempuan bodoh karena telah percaya padamu. Kau telah membuatku merelakan waktu, toko bunga bahkan nyawa temanku hanya untuk sebuah cinta yang mustahil."

Raut wajah Leeteuk berubah serius. Tapi dimata Naeun, lelaki itu tetaplah lelaki manisnya. Hell, apa yang telah dia katakan? Lelaki manisnya? Kisah seperti apa ini? Kenapa di dunia ini ada perempuan bodoh seperti dirinya? Sudah jelas ditolak, masih saja mengakui kepemilikannya.

"Apa maksudmu dengan toko bunga dan nyawa Bona?"

Berat untuk Naeun menagatakan hal yang sebenarnya. Tapi ia tidak munafik, ia butuh seseorang untuk menjaganya. Dan ia berharap jika Leeteuk-lah orangnya.

"Aku diteror untuk menjauhimu, tapi dengan lucunya aku malah mendekatimu dan berakhir dengan toko bungaku yang hangus serta Bona yang masuk rumah sakit. Hahaha...Bukankah itu lucu?" Naeun tertawa layaknya psikopat gila.

"Aku akan mengganti toko bungamu dan membayar seluruh biaya rumah sakit kau dan temanmu."

Arogan sekali pria tua itu. Apa dia pikir semua yang ada di dunia ini bisa dibeli dengan uang? Lalu bagaimana dengan sebuah kenangan? Apa itu bisa dibeli dengan uang?

Naeun memandang lembut Leeteuk meskipun derai air mata masih menagalir. "Leeteuk.." panggilnya lembut. "Ini bukan tentang uang. Tapi tentang sebuah pengorbanan. Nyawaku terancam karnamu. Tapi dengan seenaknya kau berkata seperti itu. Kenanganku di toko bunga itu sangat banyak dan berarti, tapi karena kau aku mengorbankannya. Dan sekarang apa? Semuanya sia-sia."

Leeteuk mengusap wajahnya frustasi. Ia tidak tahu, sebenarnya situasi seperti apa yang sedang ia jalani saat ini? Hidupnya penuh sekali dengan drama. "Maaf. Tapi aku tidak bisa. Aku mengatakan hal ini karna aku tidak ingin kau semakin sakit."

Naeun menghapus air matanya dan tersenyum kepada Leeteuk. Senyum yang dipaksakan. "Kau benar. Itu lebih baik. Kita bisa berpisah dan memberi tahu kepada publik tentang hal ini. Aku percaya akan keputusanmu." Bohong! Semua yang dikatakan oleh Naeun adalah kebohongan. Mulut dan hati tidak bekerja sama. Hatinya saat ini benar-benar rapuh. Sekarang ia merasakan lagi. Merasakan ditinggal oleh orang yang dicintai. Merasakan kehilangan yang membuat jiwanya terasa hampa.

***

My Choice (Leeteuk Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang