-Bab 2-

2.9K 194 6
                                    

Miles menatap bingung gadis itu, “Apa maksudmu?” tanya Miles semakin bingung.

          

           “Mom, aku harus menelepon Mom, dia pasti selamat dari kebakaran itu!” Lyra mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya dengan panik.

           “Lyra!” Miles berteriak menenangkan gadis itu. “Lyra, hei, Lyra!” Teriakannya semakin kencang, membuyarkan kepanikan Lyra. Gadis itu sontak berhenti menekan tombol di ponselnya, kemudian menatap Miles, matanya berair. “Rumahmu tidak terbakar, oke? Lihat itu di ujung jalan.” Miles menunjuk apartemen kecil yang ditinggali Lyra. Tempat itu tampak sehat-sehat saja, bersih, dan tidak tampak jelaga sedikitpun.

           Lyra menatap bingung apartemennya yang tidak berbekas terbakar apapun. Kenapa barusan Lyra mendapat pemikiran bahwa apartemennya terbakar? Ia menutup matanya sebentar, kemudian mengingat-ingat.

Lyra melihat melalui kaca mobil, api berkobar di apartemennya, orang-orang berlarian, namun ia tidak melihat Annie diantara mereka.

 

           “Mungkin aku hanya kurang tidur.” Ucap Lyra sembari mengedikkan bahu, “Aku masuk dulu, kamu mau berkunjung?” Lyra mengisyaratkan jemari ke apartemennya.

           Miles menggeleng pelan, “Mungkin lain kali.” Ucapnya.

           “Oke.” Jawab Lyra, kemudian turun dari mobil. Ia melambaikan tangan kepada Miles.

Ia menaiki tangga apartemennya, agar sampai ke kamar nomor 8 yang terletak di lantai dua. Apartemen Lyra, merupakan apartemen yang mungkin tergolong paling sederhana, dan paling terpencil di New York. Hanya memiliki 10 kamar, dan dua tingkat.

           “Ibu, aku pulang!” Teriak Lyra saat memasuki ruangan. Namun Annie tidak tampak dimanapun. Mungkin sedang berbelanja. Pikir Lyra.

           Ia melemparkan tasnya ke sofa, kemudian menyalakan televisi. Terdengar suara gedebak-gedebuk di kamar sebelah. Kamar itu sebelumnya kosong, namun Lyra melihat truk pindahan di depan. Jadi, ia merasa bahwa kamar itu sekarang sedang diisi.

           Sebelumnya, Lyra berniat keluar untuk menyapa tetangga barunya, namun ia mengurungkan niat itu. (1) karena mereka masih sibuk, (2) Lyra terlalu malas untuk keluar dari kamar apartemennya saat ini.

           Ia mendengar bincang-bincang di depan pintu. Itu suara Annie, sepertinya ia sedang berbincang dengan tetangga baru mereka.

           “Hei sweetie.” Ucap Annie begitu memasuki ruangan, ia membawa keranjang belanjaan berisi penuh makanan. Mungkin akan cukup untuk satu atau dua bulan.

           “Ibu? Dapat darimana itu semua?” tanya Lyra. Ia menunjuk ke paper bag yang di genggam Annie.

           Annie menatap arah tunjukkan Lyra, kemudian tersenyum senang. “Dari tetangga baru kita, dia berbagi sebagai salam perkenalan.” Jawab Annie.

           “Dia? Hanya sendirian?” tanya Lyra penasaran.

           Annie mengangguk, “Kedua orangtuanya expatriate, tapi mereka masih bekerja, belum pulang. Dia sepantaran denganmu lho. Orang Inggris!”

           Lyra terkejut, ia membelalak, kemudian bangkit dengan segera dari sofanya. Ia bergegas menuju pintu untuk keluar, ia bahkan tidak repot-repot menghiraukan pertanyaan Annie, mengenai sikapnya yang barusan itu.

Death's Syndrom : DEATH'S MARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang